Resensi

Review Buku Start With Why – Simon Sinek

Sebelum kita bertindak, apakah itu memulai hari, mendaftar kerja, atau membangun bisnis, kita harus mulai dengan mengapa. “Mengapa” adalah alasan mengapa kita...

Written by Jari Telunjuk · 4 min read >
Judul 		: Start With Why  
Penulis		: Simon Sinek
Penerbit	: Sinar Star Book
Halaman		: 374

Ketika ditanya buku ini genrenya apa, jawabannya bisa banyak. Walaupun di sampul belakang buku tertera genre pengembangan diri, namun buku ini membahas pula bisnis, sosial, hingga kepemimpinan secara filosofis. 

Buku ini mengambil subjudul; cara pemimpin besar menginspirasi orang untuk bertindak. Alasan saya membaca buku ini karena buku ini membahas alasan mengapa seseorang bertindak dalam organisasi atau memulai bisnis. Terjemahan aslinya telah terbit satu dekade lalu, tepatnya pada tahun 2009. Terjemahan Indonesianya baru dicetak pada tahun 2019. Adapun buku yang saya baca sudah masuk ke cetakan keempat yang terbit pada awal tahun 2020. Terdiri dari 360 halaman, buku ini kemudian tersebar ke dalam 6 bagian atau bab.

Mengapa Mulai dengan Mengapa

Sebelum kita bertindak, apakah itu memulai hari, mendaftar kerja, atau membangun bisnis, kita harus mulai dengan mengapa. “Mengapa” adalah alasan mengapa kita memulai sesuatu. “Mengapa” adalah isu yang kita perjuangkan. “Mengapa” adalah ikigai yang menjadi alasan mengapa kita melanjutkan hidup.

Apple yang dibangun Steve Jobs, misalnya. Ia memulai dengan “Mengapa”, yaitu untuk melawan status qou yang merupakan perusahaan besar komputer saat itu. Jobs bercita-cita untuk menciptakan perangkat komputer pribadi yang simpel dan terjangkau untuk siapa saja yang ingin memulai bisnis. Gagasan Jobs pada awal tahun 70an itu terbilang revolusioner, mengingat komputer pada waktu itu relatif besar, mahal, dan hanya dapat dijangkau oleh korporasi besar.

Baca juga : Resensi Buku Cara Cepat Melatih Kebiasaan Positif Sehari-Hari – Marc Reklau

Betapa banyak kini yang bangga dan merasakan perjuangan yang sama dengan Jobs ketika menggunakan MacBook atau iPhone dengan logo Apple di depan perangkat. Karena orang-orang membeli “Mengapa”-nya kita, bukan “Bagaimana” dan “Apa”-nya kita. Padahal, masih banyak perangkat lain yang lebih canggih, murah, dan terjangkau dibanding produk Apple. Ini bukan soal apa yang ditawarkan suatu gawai, atau bagaimana gawai tersebut membantu aktivitas kita, melainkan mengapa gawai tersebut pantas untuk mendukung isu yang konsumen perjuangkan.

Dunia yang Tidak Dimulai dengan Pertanyaan Mengapa

Kita berasumsi bahwa kita tahu apa yang konsumen inginkan pada suatu produk barang atau jasa. Atau kita berasumsi bahwa kita tahu apa yang hendak kita beli pada suatu produk atau jasa. Mengutip pernyataan Mark Manson dalam buku Segala-galanya Ambyar, kita membeli menggunakan hasrat, bukan pertimbangan rasional. Itulah ekonomi perasaan. Berapa banyak pun review anda simak atau jurnal yang anda baca, pilihan dapat goyah karena rekomendasi dari keluarga atau sahabat. Karena yang memilih adalah otak limbik kita yang emosional, bukan otak bagian luar yang rasional.

Lini bisnis yang tidak memulai dengan mengapa, hanya menawarkan bagaimana atau apa. Mereka memberikan hadiah dan hukuman. Mereka menjual dengan melakukan manipulasi harga, promosi, memainkan rasa takut, aspirasi untuk mendorong pembelian, tekanan kelompok, hingga kebaruan yang dicapnya sebagai inovasi. Apakah itu harga yang harus kita bayar untuk semua uang yang kita hasilkan? Manipulasi hanya akan menjurus ke transaksi. Hanya karena suatu strategi ampuh, bukan berarti strategi itu benar. Ingatlah, hanya inspirasi yang mendatangkan kesetiaan. Inspirasi hadir dari kesamaan isu yang diperjuangkan antara pembeli dan penjual. Dan inspirasi lahir hanya dari mulai dengan mengapa.

Sudut Pandang Alternatif

Inspirasi yang datang dari “mengapa” dapat digambarkan ke dalam lingkaran emas, di mana lingkaran terdalam merupakan bagian mengapa, lingkaran kedua merupakan bagian bagaimana, dan lingkaran terluar merupakan bagian apa. Lingkaran tersebut bukan sekadar pendapat, melainkan suatu struktur biologis otak kita, di mana otak terdalam yang disebut sistem limbik digunakan untuk mengambil keputusan yang seringkali bersifat emosional. Sementara lingkaran terluar adalah bagian otak yang memutuskan sesuatu secara rasional. Menemukan “mengapa” yang datang dari sistem limbik akan memberikan kejelasan, disiplin, dan konsistensi pada produk dan pelanggan anda.

Pemimpin Butuh Pengikut

Konsistensi dalam menjual produk yang hanya berdasar mengapa atau isu yang diperjuangkan oleh lini bisnis pada gilirannya akan menciptakan kepercayaan kepada pelanggan yang bermetamorfosis menjadi langganan bahkan fans. Lihatlah betapa banyak setiap tahun fans Apple rela antri bermalam-malam untuk menjadi pembeli pertama produk dari Apple. Sangat tidak rasional memang, tapi itulah ekonomi hasrat.

Baca juga : Resensi Buku 12 Week Years – Brian P. Moran & Michael Lennington

Testimoni dan rekomendasi dari fans atau langganan tersebut akan menciptakan getok tular atau tipping point yang bergema ke seluruh masyarakat, utamanya kepada keluarga dan sahabat dari langganan tersebut. Marketing yang sesungguhnya adalah rekomendasi pasca pembelian dari pelanggan yang telah melakukan pembelian sebelumnya. Dalam dunia organisasi juga seperti itu, selalu ada pengikut yang dengan semangat menyebarkan gagasan, instruksi, dan gaya hidup dari pemimpin yang dikaguminya.

Cara Menggalang Orang-Orang yang Percaya

Setelah kita telah memahami dan menemukan alasan mengapa kita memulai sesuatu, barulah kita ke tahap selanjutnya. Kita memang mulai dengan mengapa, tetapi tetap kita harus mengenal bagaimana caranya menerjemahkan mengapa-nya kita. Setelah tahu mengapa, tahu bagaimana, lalu apa?

Mengapa adalah visi-misi atau isu yang diperjuangkan oleh perusahaan. Bagaimana adalah langkah yang harus dilakukan dalam mengimplementasikan visi-misi tersebut, mulai dari cara mendapatkan investor, menjalankan operasional perusahaan, menciptakan produk, hingga mengkomunikasikan arah memasarkan produk tersebut. Sementara “apa” adalah keunggulan produk-produk anda, apakah mengandalkan biaya rendah atau diferensiasi, atau perpaduan keduanya.

Tantangan Terbesar adalah Sukses

Ketika perusahaan sudah besar dan pendirinya sudah memasuki usia pensiun atau bahkan telah meninggal dunia, maka disitulah tantangan terbesarnya. Karena mengapa-nya perusahaan adalah mengapa-nya pendiri. Isu yang diperjuangkan oleh perusahaan adalah isu yang diperjuangkan oleh pendiri.

Baca juga : 7 Rekomendasi Buku Filsafat untuk Menambah Pengetahuan

Ketika pendiri telah mangkat atau mangkir, di situlah “mengapa” menjadi kabur. Keterpisahan antara isu yang diperjuangkan oleh pendiri dan perusahaan akan semakin melebar jika pemimpin selanjutnya hanyalah sekadar pengganti, bukan penerus. Itulah mengapa begitu penting untuk merekrut tim mulai dari CEO hingga karyawan magang yang memang sejalan dengan mengapa-nya perusahaan. Lihatlah bagaimana perusahaan besar seperti Microsoft perlahan merosot karena keterpisahan mengapa perusahaan dengan mengapa sang pimpinan baru tersebut.

Menemukan Mengapa

Asal mula mengapa datang dari kegelisahan Simon Sinek yang baru saja gagal dalam berbisnis. Dari data yang dibacanya, bisnis selalu bangkrut tak melebihi usia 3 tahun pendirian bisnis tersebut. Begitupun bisnis yang didirikan oleh Simon Sinek, bangkrut di usinya yang ketiga. Dari momen kegagalan tersebut, Simon Sinek tersadar akan tujuan awal mengapa ia mendirikan bisnisnya. Bahwa ia telah terpisah dengan mengapa-nya di awal menjalankan bisnis. Dari situlah Simon Sinek tersadar akan pentingnya memulai dan mempertahankan mengapa. Apalagi di zaman yang penuh dengan persaingan ini, ketidakjelasan, ketidakdisiplinan, dan inkonsistensi akan membuat mengapa menjadi kabur. Di saat itulah bisnis akan terkubur dan pelanggan akan kabur.

Perspektif Resentor

What a wonderful book. Seperti yang saya bilang di awal, bahwa buku ini menjadi buku terbaik pilihan editor pada Februari 2020. Selain membuat kita memikirkan kembali alasan mengapa kita memulai segala sesuatu, termasuk bisnis, buku ini juga memuat kisah nyata tentang orang-orang yang menjalankan mengapa dengan konsisten dan mereka yang tidak.

Gagasan Simon Sinek ini ia katakan telah diuji dengan menjadikan dirinya sebagai obyek penelitian, baru kemudian kepada pemimpin sukses lintas profesi lainnya. Jika mengapa-nya Simon Sinek adalah menginspirasi orang lain untuk menemukan inspirasi hidupnya, maka mengapa-nya Resensi adalah menjadi media pendidikan alternatif di tengah bisingnya media massa dan relevansi dunia pendidikan formal kita saat ini. Bagi kalian yang merasa sekolah tidak cukup, kuliah tidak relevan, atau kerja bagaikan dikerjain, itulah alasan mengapa kami berdiri.

Written by Jari Telunjuk
Tukang jaga di jaritelunjuk Profile

One Reply to “Review Buku Start With Why – Simon Sinek”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *