Resensi

Review Buku Outliers – Malcolm Gladwell

Buku pertama Outliers, diterbitkan pertama kali pada tahun 2008 di Amerika, diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia pada tahun 2009, dan edisi yang...

Written by Jari Telunjuk · 4 min read >
Judul 		: Outliers  
Penulis		: Malcolm Gladwell
Penerbit	: Gramedia Pustaka Utama
Halaman		: 343

Buku pertama Outliers, diterbitkan pertama kali pada tahun 2008 di Amerika, diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia pada tahun 2009, dan edisi yang tengah saya resensi ini diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama pada tahun 2019. Buku ini terdiri atas 343 halaman yang terbagi ke dalam 9 bab. Apa yang membuat buku ini menjadi best seller internasional dan layak dibaca lebih dari sekali?

Efek Matius

Outliers merujuk kepada sesuatu yang memiliki nilai berbeda dari yang lainnya. Gladwell mengawalinya dengan misteri Roseto, suatu kota yang memiliki angka harapan hidup yang panjang. Di sana, orang meninggal karena usianya sudah uzur, bukan karena penyakit aneh atau ancaman kematian lainnya. Hal itu dikarenakan budaya yang dianut dalam kota tersebut. Efek Matius sendiri diambil dari Kitab Injil. Bahwa kesuksesan tidak datang begitu saja, atau datang dari hasil kerja keras seorang diri. Ia datang dari kesempatan, sesederhana tanggal lahir.

Gladwell memaparkan data dan statistik susunan pemain yang menjuarai liga hoki di Amerika Serikat. Hasilnya adalah rerata tim yang juara diisi oleh pemain yang lahir pada awal tahun, yaitu Januari hingga Maret, dan menyisakan beberapa pemain yang lahir di pertengahan atau akhir tahun. Mengapa itu penting? Karena syarat masuk liga hoki dihitung berdasarkan tahun kelahiran yang dimulai dari Januari. Sehingga mereka yang lahir di awal tahun akan mendapatkan kesempatan latihan yang lebih banyak, porsi badan yang lebih tangguh, dibanding mereka yang lahir di akhir tahun. Mungkin terlihat sederhana atau bahkan mengada-ngada, tapi itulah faktanya. Bahwa perbedaan 11 bulan antara yang lahir di awal tahun dengan yang lahir di akhir tahun dapat menjadi segalanya dalam liga hoki. Inilah bukti pertama bahwa sukses itu tidak instan, upaya seorang diri, apalagi sesuatu yang diberikan. Sukses diawali dengan tahun kelahiran.

Kaidah 10.000 Jam

Kaidah ini pertama kali dicetuskan oleh seorang psikolog, namun Gladwell lah yang mempopulerkan kaidah tersebut dalam buku Outliers. Jika boleh sedikit mengkritik, sebagai sarjana hukum, penggunaan kaidah sebenarnya kurang tepat. Karena kaidah merupakan perintah dan larangan. Sementara, yang hendak disampaikan Gladwell dengan 10.000 jam tersebut lebih kepada formula, rumus, atau syarat. Terlepas dari penamaan tersebut, kaidah 10.000 jam merupakan waktu yang harus kita gunakan dalam menekuni bidang tertentu untuk dapat dikatakan ahli atau seorang yang sukses.

Baca juga : Review Buku Start With Why – Simon Sinek

Gladwell memberi contoh kepada Mozart dalam bidang musik klasik. Ada pula The Beatless yang manggung 8 jam setiap hari di Hamburg, Jerman demi memenuhi kuota 10.000 jamnya. Dan tentunya Bill Gates, sang pendiri Microsoft, yang menghabiskan jatah 10.000 jamnya dalam bidang komputer sejak ia bersekolah. Tetap fokus menjalani 10.000 jam pada hal yang sama setiap hari tidak cukup dengan ketabahan saja, dibutuhkan pula lingkungan yang tepat dan mendukung pemenuhan kaidah 10.000 jam untuk sukses tersebut.

Permasalahan dengan Orang Genius, Bagian 1 dan 2

Seperti yang telah kita ketahui, bahwa kecerdasan intelektual (IQ) tidaklah cukup, atau bahkan tidak cukup membantu. Di kalangan orang-orang dengan IQ tinggi, selisih beberapa skor IQ menjadi tidak begitu penting. Bahkan dalam kalangan umum, IQ yang tinggi seringkali hanya ditempatkan sebagai staf ahli, CEO dari bisnis orang lain, atau bahkan berjuang sendiri dengan kebanggaan akan IQ-nya yang tinggi.

Howard Gardner dalam bukunya yang berjudul Multiple Intelligence sejah paruh kedua abad yang lalu telah menjelaskan bahwa terdapat banyak tipologi kecerdasan. Dan kecerdasan intelektual hanyalah satu dari sembilan atau bahkan belasan jenis kecerdasan lainnya. Daniel Goleman kemudian memopulerkan istilah Kecerdasan Emosional dan Kecerdasan Sosial ke dalam dua bukunya yang kemudian menyadarkan kita mengenai pentingnya empati (berfokus pada orang lain) dalam meraih kesuksesan pribadi maupun karir.

Tiga Pelajaran dari Joe Flom

Joe Flom merupakan salah satu dari sekian banyak orang Yahudi yang sukses di Amerika. Joe Flom merupakan salah satu dari sekian banyak pengacara yang sukses di Amerika. Mengapa Joe Flom dapat sukses? Karena dia orang Yahudi. Sehingga Joe Flom merupakan salah satu dari sedikit pengacara Yahudi yang sukses di Amerika, bahkan dunia. Selain nilai-nilai budaya Yahudi yang dipraktikkan, Joe Flom juga mendapati keberuntungan demografi dikarenakan kebanyakan pebisnis Yahudi mempercayakan perkara hukumnya kepada firma hukum Joe Flom.

Baca juga : Resensi Buku Belajar Cara Belajar – Syarif Rousyan Fikri, Mohammad Ikhsan & Aditya Banuaji

Generasi pertama dari kakek Joe Flom adalah seorang penyamak kulit yang berimigrasi ke Amerika pada abad ke 19. Generasi kedua atau lebih tepatnya orang tua Joe Flom mengembangkan bisnis orang tuanya menjadi pembuat tas. Pada awal abad 20, industri pakaian merupakan industri yang menguntungkan, dan hanya sedikit yang menggeluti bidang tersebut, yang mana salah satunya adalah orang tua Joe Flom. Generasi ketiga dari keluarga Joe Flom, tepatnya Joe Flom dan saudara-saudaranya rata-rata menjadi dokter dan pengacara. Jadi apa pelajaran yang dapat dipetik dari Joe Flom? Bahwa kesuksesan tidak datang saat ini, ia dimulai dari upaya kakek-nenek dan dibutuhkan nilai-nilai budaya luhur yang menjadi komitmen bersama suatu budaya.

Harlan, Kentucky

Bab ini tidak berbicara rahasia kesuksesan Kentucky Fried Chicken atau KFC-nya Kolonel Sanders. Namun menceritakan kisah dua kelompok masyarakat di Harlan, Kentucky yang bertikai secara turun-temurun. Menjadi warisan budaya itu penting, selama bukan tradisi buruk seperti pertikaian komunal berkepanjangan. Karena sukses muncul dari serangkaian faktor, diantaranya kapan dan di mana kita dilahirkan, apa pekerjaan orang tua kita, bagaimana lingkungan kita dibesarkan, dan bagaimana peranan budaya luhur membentuk kepribadian dan masyarakat kita.

Teori Etnik Mengenai Jatuhnya Pesawat Terbang

Dalam buku ini, banyak dipaparkan bahwa rahasia kesuksesan adalah keberuntungan. Jika keberuntungan adalah sama halnya dengan kebetulan, maka saya tidak setuju. Namun jika keberuntungan didefinisikan sebagai faktor eksternal yang turut memicu kesuksesan kita, maka saya setuju dengan Gladwell. Bahkan dalam bab ini dijelaskan, bahwa etnis seorang pilot hingga radar cuaca betul-betul menjadi pemicu jatuh atau tidaknya pesawat. Ya, cuaca adalah faktor eksternal yang sangat berperan dalam menentukan selamat atau tidaknya pesawat. Manusia dapat menciptakan teknologi untuk mengurangi hambatan cuaca, namun manusia belum dapat menentukan arah dan jalannya cuaca.

Bertanam Padi dan Ujian Matematika

Menurut Gladwell, dikarenakan keharusan bergantung dengan cuaca, petani harus bangun pagi-pagi untuk mengurus padinya di sawah. Dan kedisiplinan bangun pagi yang kelak mengantarkan orang-orang Asia untuk menjadi keluarga yang kaya raya dan pandai dalam matematika. Gladwell juga menyinggung soal hematnya bahasa China yang hanya terdiri dari beberapa huruf, dibanding bahasa Inggris dengan tujuan makna yang sama. Saya jadi ingat buku Science of Luck yang saya baca pada tahun 2010, bahwa orang Barat lebih efisien dibanding orang Indonesia dikarenakan bahasanya yang singkat. Ternyata bahasa China lebih singkat lagi dibanding bahasa Inggris.

Kesepakatan Marita

Marita adalah seorang anak perempuan 12 tahun yang diharuskan sekolah pada sekolah yang tidak dapat memberikan banyak hal pada gadis yang tengah merajut mimpi. Begitu pula banyak dari anak-anak Indonesia yang mesti sekolah di gedung yang tak layak, guru yang jarang datang, ditambah beban bekerja sejak kecil untuk memenuhi kebutuhan orang tua.

Jika merujuk pada rumus kesuksesan Gladwell, Marita akan sulit memenuhi kaidah 10.000 jam dengan cepat dan baik. Banyak sekali gangguan atau kewajiban tambahan bagi Marita. Namun jika Marita dapat melewatinya, ia bahkan lebih sukses dari sekadar kata sukses itu sendiri. Begitu pula kisah ibu kandung Gladwell yang ia ceritakan di Epilog buku ini. Ia berasal dari keturunan Jamaika dengan penghasilan keluarga yang pas-pasan dan otak yang pas-pasan. Upaya kerja keras ibu Gladwell akhirnya berhasil membesarkan seseorang yang tulisannya tengah kita diskusikan ini.

Perspektif Jaritelunjuk

Sukses bukanlah sesuatu yang datang dari kerja keras seorang diri. Sukses bukan pula pemberian istimewa dari semesta. Sukses begitu kompleks, hingga faktor eksternal seperti keberuntungan juga ikut andil. Sukses adalah kombinasi dari kesempatan berupa waktu yang dihabiskan untuk menekuni kaidah 10.000 jam dengan warisan budaya berupa ruang di mana kita dilahirkan, tumbuh, dan berkembang pada suatu lintasan generasi dan budaya tertentu.

Baca juga : Resensi Buku Cara Cepat Melatih Kebiasaan Positif Sehari-Hari – Marc Reklau

Buku ini mengajarkan kita makna dibalik kesuksesan yang merupakan proses panjang dimulai dari kakek-nenek dan perjuangan keras seorang anak manusia dalam mempertahankan mimpi-mimpinya hingga dapat terwujud dan mengubah masyarakat. Kisah yang bertele-tele di beberapa tempat tertutupi dengan epilog yang mengharukan dan makna dari keseluruhan buku ini. Bacalah, agar Anda memahami ada apa di balik kesuksesan.

Written by Jari Telunjuk
Tukang jaga di jaritelunjuk Profile

One Reply to “Review Buku Outliers – Malcolm Gladwell”

  1. Orang-orang mungkin jarang baca buku ini
    Selain bukunya tebal isinya mungkin relatif berbeda dengan kebiasaan kita sebagai orang Indonesia yang percaya pada kaidah kaidah sekian ribu jam untuk menjadi expert dibidangnya. Padahal 10 ribu jam itu sedikit, kalau saja kita sudah punya kesadaran membentuk expertise sejak dini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *