Judul : Pukul Setengah Lima
Penulis : Rintik Sedu
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Halaman : 208
Tahun Terbit : 2023
Rating : 4.3/5.0
Ketika berbicara tentang rumah, apa yang pertama kali terlintas dalam pikiran? Ketika kita pulang ke rumah, Apakah rumah selalu menjadi tempat kita mengistirahatkan pikiran dan tubuh yang lelah dari kebisingan dunia? Atau sebaliknya, benarkah ada rumah yang justru sama sekali tidak memiliki kehangatan dan keakraban, sehingga setiap insan yang menghuninya pasti ingin beranjak keluar demi menjaga kewarasan diri sendiri? Jika benar, maka buku karya Rintik Sedu yang bertajuk ‘Pukul Setengah Lima’ ini bisa menjadi rujukan yang patut dibaca bagi orang-orang yang sedang mencari jati diri, terjebak dalam keriuhan rumah, dan terpikat rona kepalsuan.
Novelis Nadifa Aliya Tsana atau yang lebih akrab disapa para penggemarnya dengan sapaan Rintik Sedu, telah melahirkan buku kesembilannya yang bertajuk ‘Pukul Setengah Lima’. Buku terbitan Gramedia Pustaka Utama sekitar Agustus lalu itu menyuguhkan kisah tentang gadis bernama Alina. Alina adalah seorang gadis berusia dua puluh tujuh tahun, cantik dan mapan, namun ia membenci seisi hidupnya. Alina berusaha lari dari kegetiran hidup yang melekat padanya dengan menciptakan kepalsuan pada persona baru bernama Marni.
Baca juga : 7 Buku Rintik Sedu yang Selalu Digemari Remaja
Ide Cerita Pukul Setengah Lima
Buku ini bercerita tentang kepura-puraan yang menjadi pelarian bagi mereka yang ingin mengingkari realita hidupnya. Menurut Tsana, ide cerita tersebut terkait dengan beberapa momen yang ia alami dalam kesehariannya. Banyak orang sering melontarkan komentar jahat dan menetapkan standar untuk terlihat sempurna, sehingga menurunkan ekspektasi orang lain bahkan rasa kepercayaan diri yang dimiliki orang tersebut. Hal ini pada akhirnya berujung pada keinginan untuk mengubah diri atau menjelma menjadi sosok baru agar terlihat sempurna di mata orang lain. Karena terkadang untuk sebagaian orang, kebohongan ataupun kepura-puraan akan terasa sangat menyenangkan. Dengan berpegang pada isu tersebut, Tsana mengemasnya menjadi narasi fiksi yang bertajuk ‘Pukul Setengah Lima’. Fakta unik dari novel ini adalah makna kehadiran pukul setengah lima dalam novel tersebut, ternyata bukan hanya sekedar penanda waktu, melainkan juga sebagai penanda pertemuan dengan seseorang pada pukul setengah lima.
Kisah Cinta Alina
Gaya penulisan Tsana yang menggugah dan penuh nuansa, diawali dengan akhir dari kisah percintaan Alina selama dua tahun dengan laki-laki bernama Tio, yang diperkenalkan di bab pembuka. Tidak ada yang patut dipertahankan dari sebuah hubungan yang timpang sebelah – mungkin itulah yang Tio rasakan setelah dua tahun lamanya menjalin hubungan dengan Alina. Bagi Tio, gadis itu adalah segalanya namun bagi Alina, Tio seolah tidak bisa memahami setiap apa yang dirasakannya. rasanya aneh, hambar, hampa, bahkan rasa keputusasaan semakin melekat bersamaan dengan masalah keluarga yang dialami Alina. Seusai kepergian Tio, Alina hidup dengan leluasa meskipun dalam benaknya kenangan bersama Tio sering kali masih menyapanya. Efek kejut yang diberikan oleh Tsana ini, membawa pembaca semakin penasaran dengan kelanjutan kisah romansa gadis bernama Alina dalam keputusasaannya.
Konflik Alina dan Keluarganya
Tokoh utama ‘Alina’ yang dilukiskan dalam novel ‘Pukul Setengah Lima’ sangat membenci segenap hidupnya. Kebencian tersebut bermula dari perbuatan keluarganya, terutama sang Ayah yang kerap kali memberikan luka memar pada dirinya dan juga Ibunya. Ibunya terluka, tapi seakan tidak mau ditolong untuk menjauh dari perangai sang Ayah yang selalu melukai dirinya. Bagi ibunya, “Luka adalah goresan yang pertama, yang setelahnya sudah bukan lagi namanya” (Rintik Sedu, 2023:11).
Latar Jakarta pada Pukul Setengah Lima
Rintik sedu mengeksekusi 208 halaman dari novel tersebut dengan menyuguhkan setting Kota Jakarta pada pagi dan sore hari. Perdebatan besar mengenai persoalan lalu lintas, kemacetan, polusi, cuaca, pemimpin, hiruk pikuk hingga kehangatan Jakarta juga diulas dalam novel ini. Bagi Alina, “Jakarta adalah kota yang tidak bisa ditebak” (Rintik Sedu, 2023:15), namun setidaknya Jakarta adalah tempat yang jauh lebih baik daripada rumah. Rumah baginya ialah tempat berkumpulnya segala kesedihan. Rumah yang harusnya berisi banyak kebahagiaan bagi Alina hanya berisi hal-hal yang kerap menyakitinya. Jakarta memang keras, tapi setidaknya kota itu menghangatkan jiwa Alina dan membuatnya ingin berlama-lama. Alina juga lebih menyukai riuh Jakarta daripada riuh rumah. Tempat-tempat seperti halte, stasiun, dan terminal yang biasanya banyak orang ingin segera pergi meninggalkan tempat ini, justu membuat Alina ingin membunuh waktu disini. Novel ini merupakan suatu narasi yang mencerminkan realita sosial yang dibalut dalam bentuk fiksi. Sang penulis, yang juga terlahir di kota metropolitan bisa dengan sempurna dan secara nyata memberi gambaran kepada pembaca tentang rutinitas masyarakat kota Jakarta mulai pagi hingga petang.
Baca juga : Resensi Buku Catatan Juang – Fiersa Besari
Realitas Baru Bernama ‘Marni’
Hari-hari tanpa keberadaan Tio dijalani Alina dengan sukarela, Alina pun semakin tenggelam dalam kubangan keputusasaan. Gadis itu merasa hidupnya tak lagi bermakna, setelah kepergian sosok yang mencintai dirinya apa adanya. Setiap hari Alina menggunakan bus sebagai kendaraan yang mengantarnya menuju tempat kerja. Bus yang ditumpangi Alina setiap hari telah menjadi saksi, bagaimana awal mula perjumpaannya dengan sosok pria bernama Danu. Ia pun memutuskan untuk berpura-pura menjadi persona baru bernama ‘Marni’ sejak pertemuannya dengan Danu. Dengan persona barunya ini, Alina berusaha untuk melepaskan diri dari belenggu keputusasaan. Alina menyukai kebohongan yang fana itu. Dan pada pukul setengah lima Alina menjadi orang lain.
Danu menjadi Titik Balik Kehidupan Alina
Dalam novel pukul setengah lima, Danu merupakan tokoh yang membangkitkan rasa keingintahuan tiada habisnya pada para pembaca. Sang novelis, menggambarkan Danu sebagai sosok yang ramah dan berhati hangat. Danu juga menyukai hal-hal yang rapuh. Dan ia berhasil menarik perhatian Alina. Sejak saat itu, gadis yang bersembunyi di balik persona Marni itu tak lagi membenci bus kota dan kemacetan ibu kota. Ia menikmati setiap momen, bahkan setiap detik, berada di dalam bus bersama pria yang baru saja ia temui itu. Alina menemukan alasan untuk tetap hidup dan menikmati hidup meski di bawah bayang-bayang Marni. Ia rela melakukan segalanya asal tetap bisa bersama pria bernama Danu.
Kesan Membaca
Bagi saya pribadi, membaca novel berhalaman tipis ini dapat dilakukan dalam sekali duduk dengan suguhan plot cerita yang membuat penasaran. Pembaca akan diajak berkelana jauh untuk terus membuka halaman demi halaman novel tersebut. Kota Jakarta yang dipilih sebagai latar cerita dalam novel ini, digambarkan dengan sangat gamblang dan rinci oleh sang penulis. Semua tokoh memiliki karakter yang kuat, unik, dan diceritakan dengan baik. Jika pembaca mengharapkan akhir yang bahagia atau menyedihkan, saya sarankan untuk tidak berharap terlalu banyak pada novel ini. Pasalnya akhir cerita dari novel ini, tidak mencakup keduanya. Seperti novel-novel Tsana sebelumya, dalam novel ini juga memiliki banyak elemen yang mengejutkan. Nilai yang dapat dipetik dari novel ini adalah bahwa keluarga merupakan pondasi utama untuk kesehatan mental seseorang dan juga merupakan kunci kebahagian. Jangan mudah terjerumus dalam rona kepalsuan, karenahanya ada dua kemungkinan, entah kebohongan itu akan menyelamatkannya atau malah mendatangkan kesialan dalam hidupnya.
Baca juga : Resensi ‘Yellowface’, sebuah Satir tentang Perampasan Kekayaan Intelektual dalam Dunia Penerbitan