Judul : Tirani Diri
Penulis : Ridha Ramadhani Jailani
Penerbit : Al-Huda
Halaman : 356
Seringkali kita protes dan tidak nyaman dengan keberadaan seorang tiran. Namun, bagaimana jika seorang tiran tersebut adalah diri kita? Dan obyek yang padanya kita berlaku tiran adalah diri kita sendiri pula? Itulah yang disebut tirani diri, dan itulah judul buku yang ditulis oleh Ridha Ramadhani Jailani. Buku Tirani Diri diterbitkan oleh Penerbit Al-Huda pada tahun 2009. Buku yang terdiri atas 356 halaman dan 8 Pasal ini penting bagi kita yang sadar akan pentingnya diagnosis dosa dan terapinya.
Hal-Hal Penting dan Pokok
Penting bagi setiap manusia untuk mengenal perbuatan maksiat, yaitu sesuatu yang jika dilakukan menuai dosa dan mencederai fitrah diri manusia. Jika manusia menahan diri dari maksiat maka ia akan memenuhi fitrah dirinya, dapat meraih ketentraman sempurna, menyadari potensi-potensi dirinya, memahami kebutuhan sejatinya, merasakan kemuliaan dan kehormatan, meraih cinta hakiki, keluar dari segala kebuntuan, menemukan rasionalisme yang benar, dan terwujudnya persatuan yang benar.
Selain itu, faedah lainnya dari menahan diri dari maksiat adalah tersimpannya diri untuk menghadapi kekuatan-kekuatan besar, melenyapkan efek-efek kezaliman, tegaknya pemerintahan orang-orang saleh, memajukan kebudayaan dan peradaban, pekerjaan dan aktivitas menjadi produktif, alam dan lingkungan hidup jadi terjaga, serta menuai kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Meninggalkan maksiat merupakan surga ketakwaan, yang pada gilirannya mendatangkan kebahagiaan karena diposisikan sebagai kekasih Allah Swt. Taklif atau keharusan manusia dalam melakukan ibadah dan meninggalkan maksiat bertujuan untuk memuliakan manusia. Adapun langkah pertama untuk menjauhi manusia adalah mengenal batasan antara hak dan kewajiban kita sebagai makhluk. Perbuatan maksiat menghancurkan sendi-sendi kemaslahatan. Di sisi lain, menjauhi maksiat akan mendatangkan kenikmatan fitri
Definisi dan Pembagian
Perbuatan maksiat adalah merupakan bentuk ketidakseimbangan pada alam realitas. Secara istilah, maksiat diartikan dengan menantang peraturan Tuhan atau tidak menaati peraturan. Macam-macam perbuatan dosa dapat dibagi antara lain; dosa alamiah (ketiduran) dan doa non-alamiah (homoseksual), dosa populer (pengangguran) dan dosa tersembunyi (berdusta), dosa umum (pelanggaran hukum oleh masyarakat) dan dosa khusus (pelanggaran hukum oleh pejabat atau penegak hukum), dosa fikih (tidak shalat) dan dosa akhlak (tidak menolong tetangga).
Dosa lahir (bergunjing) dan dosa batin (berburuk sangka), dosa pasti dan dosa ragu yang mana pelakunya menyangka perbuatan tersebut bukanlah dosa, dosa primer (melakukan yang haram, meninggalkan yang wajib) dan dosa sekunder (melanggar pemerintahan Islami), dan pelbagai macam serta pembagian dosa lainnya.
Baca juga : Resensi Buku Ushul Fiqh dan Fiqh – Murtadha Muthahhari
Terdapat banyak mudharat jika seseorang terus melakukan dosa, baik itu dosa kecil apalagi dosa besar. Melakukan dosa kecil secara berulang termasuk pula dosa besar. Kita dapat melakukan pembalikan terhadap berkah dari meninggalkan dosa di atas, menjadi keburukan yang datang akibat melakukan dosa. Dampak buruk perbuatan dosa akan mencemari pikiran, bahkan membawa kita juga ikut berdosa meski saat tidur dan bermimpi. Karena mimpi bisa berupa kabar gembira dari Allah Swt, godaan-godaan setan, dan alam bawah sadar yang menjadi angan-angan manusia ketika terjaga. Seseorang yang sering melakukan dosa akan terus digoda setan bahkan ketika tidur dan angan-angannya mengarahkannya bermimpi telah melakukan dosa. Darinya itu, diperlukan berzikir dan bersuci dari mimpi buruk tersebut.
Dampak Perbuatan Dosa
Untuk lebih lengkapnya dalam bab ini dijelaskan mengenai dampak perbuatan dosa, diantaranya; berdampak buruk terhadap makrifat kepada Tuhan Sang Pemberi Petunjuk, berdampak buruk terhadap makrifat atau pengenalan pada hakikat diri, berdampak buruk terhadap makrifat kepada ma’ad (alam akhirat), berdampak buruk terhadap epistemologi (baik epistemologi mutlak, maupun terapan), berdampak buruk terhadap estetika, berdampak buruk terhadap masyarakat, berdampak buruk terhadap wilayah politik, berdampak buruk terhadap ibadah, dan berdampak buruk terhadap kesadaran untuk senantiasa bersyukur.
Hukuman Di Dunia dan Akhirat
Hukuman di dunia dapat berupa hukuman fisik (had) maupun ta’zir (sanksi yang lebih ringan karena tidak terpenuhinya had. Diantara dosa yang dihukum secara fisik adalah perzinaan, homoseksual, lesbian, menuduh secara dzalim orang lain berzina, meminum minuman yang memabukkan, mencuri, muharib (membawa senjata untuk melakukan teror), dan murtad. Hukuman di dunia dapat pula berupa kafarat (mengganti dengan perbuatan baik), kisas (hukuman fisik), dan diat (pembayaran denda).
Selain hukuman di dunia, terdapat pula hukuman di akhirat. Adapun tahapan-tahapan perjalanan menuju alam akhirat, yaitu; kematian, memasuki alam kubur, alam barzakh, terjadinya kiamat, bangkit dari alam kubur, ditimbangnya amal perbuatan, dibagikannya kitab catatan amal perbuatan manusia, saat perhitungan (hisab), meniti sirat (jembatan), dan masuk ke dalam surga atau neraka.
Baca juga : Resensi Buku Isti’adzah – Abdul Husein Dasteghib
Di dalam Al-Qur’an terdapat berita-berita yang menjelaskan tentang hari kiamat, mulai dari saat-saat menjelangnya berakhirnya dunia, tipuan sangkakala pertama, tiupan sangkakala kedua dan dihapuskannya orang-orang yang telah mati, sampai pada keadaan dan hari para makhluk. Khusus mengenai neraka jahanam, Al-Qur’an menjelaskan tentang sifat-sifat umum neraka jahanam, pintu-pintu dan tempat-tempat di neraka jahanam, azab-azab jasmani di neraka jahanam, keadaan dan hari-hari ahli neraka jahanam, serta sifat-sifat dan keadaan ahli neraka.
Akibat Wadh’i Perbuatan Dosa
Akibat wadh’i ialah sesuatu hal yang dirasakan manusia secara nyata dan jelas di dunia ini karena menaati Allah Swt atau bermaksiat kepada-Nya. Adapun akibat wadh’i tersebut antara lain takut, putu asa, tidak terkabulnya doa, tidak bernilai di mata orang-orang saleh, membenci para wali, tidak berharga di mata orang, mendatangkan musim paceklik dan kemarau panjang, datangnya musibah dan malapetaka, sering mengalami lupa, menghilangkan rasa aman pada diri, dan menghalangi pengetahuan hakiki.
Bukan itu saja, termasuk pula dari akibat wadh’i perbuatan dosa antara lain mengakibatkan usia yang pendek dan kematian yang cepat, kefakiran, kemiskinan, kepapaan, kegelisahan dan depresi, keruntuhan peradaban dan kebudayaan yang bermoral, keadilan yang cacat, kebingungan dan ketidakmenentuan, menghilangkan keamanan sosial, perpecahan dan keberceraian, kekuasaan orang-orang jahat dan zalim, dan terhalang dari kehadiran Wali Allah Swt.
Kalbu adalah Eksistensi Immaterial yang Menjadi Pusat Penerima Ilham dan Emosi
Kalbu begitu signifikan, karena padanya manusia dapat memahami eksistensi sesuatu yang ghaib. Kalbu pula yang menjadi alat pengetahuan untuk mendalami ilmu dan makrifat. Sebaliknya, dosa akan menutupi pintu makrifat. Adapun derajat hati yang menapaki tingkatan yang lebih tinggi antara lain; meraih Faidh (Pancaran) Ilahi, takut sambil penuh pengharapan, hati yang memiliki telinga, hati yang tidak terikat pada makhluk, hati menkadi sahabat hakiki Amirul Mukminin as, hati yang tidak terkotori oleh riya dan syak, serta harti yang mulia.
Derajat atau tingkatan hati yang mulia juga termasuk diantaranya; hati yang beriman kepada Wali Allah, hati yang menyatu dengan ucapan, hati yang terbuka, hati yang melepaskan diri dari selain Allah Swt, hati yang memiliki hikmat, hati manusia yang bertakwa, hati yang selalu sedih, hati orang mukmin yang teruji, hati yang bisa melihat, hati yang takut kepada Allah Swt, hati yang bijak, hati yang alim, hati yang berhijrah, hati yang selamat, hati yang lembut, serta hati ahli zuhud.
Baca juga : Resensi Buku Tobat (Dalam Buaian Ampunan Tuhan) – Ali Yahya
Adapun pengaruh dosa terhadap hati ialah hati menjadi rusak, hati menjadi hitam, cinta dunia, taasub (fanatik), menuruti keinginan hawa nafsu, mencari aib dan mencela orang mukmin akan merusak keikhlasan iman, hati menjadi ragu doanya tidak terkabulkan, hati yang takabur dan menjadikan manusia tersebut tidak masuk surga, angan-angan yang panjang menjauhkan diri dari Tuhan, hati yang lalai, doa hati yang membangkang tidak akan dikabulkan.
Dosa dapat kita pandang dari segala perspektif, mulai dari pakar sosial, arkeolog, psikolog, dan sosiolog akan berbeda pandagan terhadap apa itu dosa. Terlepas dari beberapa pandangan tersebut, penting kiranya untuk memahami peranan keluarga dalam melahirkan dosa. Misalnya apa yang menjadi tanggung jawab bapak dan ibu? Bagaimana pula perngaruh buruk teman sebaya? Pengaruh media massa dan media sosial dalam melahirkan dosa? Pengaruh pendidikan di sekolah atas terjadinya dosa? Implikasi dari pemerintah atau penguasa politik? Pengaruh lingkungan kerja atas terjadinya dosa? Di sinilah pemahaman agama menjadi begitu penting. Mulai dari arti penting Al-Qur’an, Nabi, Imam, yang kemudian dapat dipelajari dalam hukum-hukum Islam.
Bermasyarakat yang Baik
Karena bermasyarakat adalah kebutuhan, maka pilihlah sahabat yang baik. Adapun ciri-cirinya adalah mereka memiliki pengetahuan yang luas, ahli takwa, ahli tadabur, dan ahli adab. Sementara itu, ciri-ciri teman yang tidak baik adalah mereka itu pengkhianat dan pendusta. Sebagai tambahan, jalan keselamatan dapat ditempuh dengan mendekati orang-orang pintar, dekat dengan manusia-manusia yang baik, bermusyawarah, amar makruf nahi mungkar, hijrah, dan menjauhi teman-teman yang merusak.
Menjauhi Dosa
Pada bab terakhir ini, Ridha Ramadhani Jailani memaparkan cara-cara menjauhi dosa, yaitu dengan berdoa, tawasul, memperkuat iman, zikir, melakukan riyadah syar’i, latihan memperkuat motivasi, mendekatkan diri kepada Allah Swt, membangun fitrah diri, berguru kepada orang-orang saleh, Uns (menyatu) dengan Al-Qur’an, meneladani tokoh yang saleh, membaca buku-buku yang baik, menyegarkan jiwa, mengingat kematian, mengendalikan ilusi, menangis, bertafakur, memperkuat Izat (harga diri, martabat diri), muraqabah, dan menyegerakan tobat.