Judul : Stop Membaca Berita
Penulis : Rolf Dobelli
Penerbit : Kepustakaan Populer Gramedia
Halaman : 164
Resentor : Resensi Institut
Stop membaca berita yang ditulis oleh Rolf Dobelli adalah buku yang membahas mengenai betapa berbahayanya jika kita terus mengkonsumsi berita tanpa filter bahkan sebegitu berbahayanya berita, Rolf Dobelli mengajak kita untuk berhenti membaca berita. Dalam buku ini berisi setidaknya 36 alasan untuk berhenti membaca berita. Tetapi demi memudahkan kami akan membaginya menjadi 3 pembahasan yaitu apa pentinya berita terhadap kondisi kesehatan kita, apa hubungannya dengan lingkar kompetensi kita, alasan untuk tidak membaca berita, dan disertai solusi apa yang harus kita lakukan ketika kita telah ketergantungan terhadap berita.
Baca juga : Resensi Buku Etnografi Dunia Maya Internet
Berita dan dampaknya terhadap kesehatan
Kita pasti mengetahui setiap apa-apa yang kita konsumsi punya dampak bagi tubuh kita, begitu pula dengan berita. Kebiasaan kita dalam mengkonsumsi berita tanpa filter dapat membuat otak kita menjadi ketergantungan.
Berita untuk pikiran sama halnya gula untuk tubuh, sehingga mengkonsumsi berita jika berlebihan akan mengalami diabetes sama halnya dengan tubuh ketika mengkonsumsi gula berlebihan. Karena berita adalah racun bagi manusia. Berita menghambat pikiran manusia, membuat kita pasif, memberikan ilusi empati, dan bahkan mematikan kreativitas kita. Apalagi dengan berkembang pesatnya dunia digitalisasi membuat berita menjadi tak terkontrol, mencoba menipu pembacanya dengan kalimat-kalimat atau dengan kata-kata yang sensasional sehingga membuat kita tertarik terhadap pemberitaan yang telah ia buat, seperti pemberian kata yang sifatnya sensasional. Tujuan pemberitaan adalah bagaimana ia dapat mendapat sebanyak mungkin penonton atau pembacanya demi keuntungan mereka.
Tak banyak yang kita dapati ketika salah satu pemberitaan yang viral akan terus ditayangkan setiap hari bahkan bisa sampai satu minggu. Baru-baru ini salah satu artis Indonesia yang mengalami sebuah insiden kecelakaan yang berujung kepada kematian menjadi hal yang selalu media beritakan. Bahkan pemberitaan mengenai kecelakaan itu sudah tidak terekspose lagi melainkan fokus kepada kehidupan pribadi korban, apakah itu penting untuk khalayak ketahui? Lagi-lagi kita terperdaya oleh media. Media justru berfokus kepada hal privasi korban yang meninggal, tetapi tidak pada substansi pemberitaan. Bad News is a Good News. Media hanya memberitakan hal-hal yang menarik bukan pada subtansi pemberitaan.
Jika berita itu penting pasti wartawan menghasilkan pendapatan bahkan salah satu pendapatan tertinggi didunia. Media hanya menanamkan ilusi kepada kita bahwa mengkonsumsi berita sama halnya bahwa kita memahami dunia.
Kebiasaan membaca hal-hal yang sifatnya instan yang ditawarkan berita membuat kualitas otak kita menurun, bahkan lebih lanjut untuk mengembalikan kualitas otak membutuhkan kurang lebih satu tahun untuk mengembalikannya. Dapat kita simpulkan bahwa sifat instan dalam berita mengakibatkan pendangkalan otak manusia.
Berita dan Lingkar Kompetensi
Berita sangatlah tidak relevan dengan passion atau kata Wurren Buffet sebut sebagai Lingkar Kompetensi, karena menonton/membaca berita tidak ada hubungannya dengan masa depan anda, sehingga berita itu tidak memiliki relevansi terhadap kesuksesan atau masa depan anda.
Sehingga mengacu kepada pandangan kaum stoa yaitu dikotomi kendali bahwa ada hal yang bisa kendalikan dan ada hal yang tidak bisa kita kendalikan sehingga fokuslah terhadap hal-hal yang dapat kita kendalikan.
Keseringan membaca berita dapat membuat kita tergiring oleh persepsi-persepsi yang sebenarnya tidak dapat kita kendalikan. Dapat kita katakan bahwa membaca tidak memiliki hubungan dengan masa depan dan membaca berita sangat menguras waktu atau membuang-membuang waktu kita.
Baca juga : Resensi Buku Matinya Demokrasi dan Kuasa Teknologi
Mengapa harus tidak membaca berita
Jika mengacu kepada hukum sturgeon yang dicetuskan Theodore Sturgeon bahwa 90% dalam Segala sesuatu bernilai rendah atau sampah, sehingga jika kita mengacu kepada pemberitaan adalah 90% dari semua berita adalah sampah.
Salah satu dampak yang kita dapati ketika sering membaca berita adalah pendangkalan cara berpikir, karena sifat berita yang instan akan berdampak terhadap otak untuk menyukai hal-hal yang instan.
Dan hal lain mengapa kita tidak harus membaca berita, Karena berita adalah salah satu alat yang digunakan terorisme sebagai pendukung Karena teroris adalah pengendalian pikiran.
Lantas bagaimana pemberitaan yang harus dibaca? Adalah perlunya jurnalisme Investigasi. Karena jurnalisme investigasi memiliki kualitas dalam pemberitaan, mulai dari sebab dan akibatnya yang teruji.
Apa yang harus kita lakukan?
Banyak kita dapati orang-orang yang ketergantungan terhadap pemberitaan apalagi pemberitaan mengalami perubahan dalam lajunya teknologinya.
Sehingga perlulah dilakukan puasa untuk membaca berita, menerapkan lingkungan yang kompetitif yang bisa mendukung mimpi Anda, melatih otak dengan sering membaca buku, yang terpenting ialah jika memang Anda tidak bisa mengendalikan untuk tidak membaca berita setidaknya pertanyakan dulu kepada diri Anda, apakah berita yang Anda baca memiliki dampak perubahan terhadap spiritual Anda, finansial, terhadap aspek fisikal Anda, sosial dan intelektual Anda. Jika dalam konsumsi berita Anda tidak menemukan manfaat tersebut lebih baik lakukan hal-hal produktif lain yang fokus terhadap minat dan bakat Anda. Jangan membuang-buang waktu terhadap hal-hal yang tidak memiliki hubungan terhadap masa depan Anda. Jangan sia-siakan waktu Anda.