Judul : Penyimpangan Seksual yang Dilarang Al Qur'an
Penulis : Didi Junaidi
Penerbit : Elex Media Komputindo
Halaman : 140
Resentor : Hartono Tasir Irwanto
Jika kaum gerejawan melarang praktik hubungan seksual, sementara kaum liberal justru menganjurkan pengekspresikan hubungan seksual secara bebas tanpa halangan apapun, maka Islam justru menengahinya bahwa hubungan seksual merupakan ibadah selama dilakukan oleh pasangan senikah, namun berubah menjadi dosa besar jika dilakukan tanpa pernikahan sebagai syaratnya. Namun, sekeras apapun upaya agama untuk memberikan kaidah hubungan seksual, tetap saja ada pelaku penyimpangan seksual dengan segala macam jenisnya.
Didi Junaedi kemudian memaparkan secara komprehensif dalam bukunya yang berjudul Penyimpangan Seksual yang Dilarang dalam Al-Qur’an (Elex Media Komputindo, 2016), bahwa penyimpangan seksual dapat dibagi secara garis besar ke dalam 4 jenis, yaitu; Pertama, dikarenakan pasangan yang salah, seperti lesbian dan gay. Kedua, dikarenakan cara yang salah, seperti seks anal dan seks oral. Ketiga, dikarenakan pasangan dan cara yang salah, seperti sodom. Keempat, dikarenakan kondisi pasangannya yang belum waktunya melakukan hubungan seksual, seperti pedofilia atau berhubungan seksual ketika menstruasi.
Lebih lanjut, Didi menjelaskan alasan mengapa seseorang mengalami penyimpangan seksual, yaitu dikarenakan faktor internal (gen dan ganguan syaraf) dan faktor eksternal (lingkungan dan ekonomi). Dalam Al-Qur’an Surat Al-Isra’ Ayat 32 dijelaskan mengenai bukan saja larangan berzina, melainkan pula larangan mendekatinya. Zina kemudian diartikan sebagai hubungan seksual di luar pernikahan, baik dilakukan oleh mereka yang belum menikah (zina ghairu muhson), maupun mereka yang sudah menikah tapi melakukan hubungan seksual dengan yang bukan pasangan senikahnya (zina muhson, zina yang berat).
17 Jenis Penyimpangan Seksual
Berikut ini penulis paparkan mengenai 17 jenis penyimpangan seksual, diantaranya; (1) seks ketika haid, yaitu melakukan hubungan seksual pada saat perempuan sementara menstruasi. (2) Masturbasi (perempuan) dan onani (laki-laki), yaitu melakukan rangsangan terhadap alat kelamin sendiri demi tercapainya ejakulasi. (3) Lesbian, yaitu hubungan seksual yang dilakukan sesama perempuan. (4) Gay, yaitu hubungan seksual yang dilakukan sesama laki-laki. (5) Pedofilia, yaitu hubungan seksual yang dilakukan kepada anak kecil. (6) Inses, yaitu hubungan seksual yang dilakukan dengan hubungan sedarah atau kerabat dekat (paman kepada keponakan). (7) Besteality, yaitu hubungan seksual yang dilakukan dengan hewan. (8) Seks anal, yaitu hubungan seksual yang dilakukan melalui anal. (9) Seks oral, yaitu hubungan seksual yang dilalukan melalui oral atau mulut. (10) sodomi, yaitu hubungan seksual yang dilakukan oleh sesama lelaki melalui anal, sela-sela paha, dan sebagainya. (11) Eksebisionisme, yaitu mempertontonkan tubuh dengan setengah telanjang ataupun telanjang sepenuhnya kepada khayalak publik. (12) Fetisisme, yaitu penyimpangan seksual seseorang yang terangsang atau ingin memiliki barang atau bahkan anggota badan dari yang seseorang yang ia fantasikan secara seksual. (13) Transvetitisme, yaitu penyimpangan seksual yang dilakukan oleh seseorang yang membuatnya mengenakan pakaian dari lawan jenisnya. (14) Voyeurisme, yaitu penyimpangan seksual yang dilakukan oleh seseorang yang senang untuk mengintip orang lain, baik secara luring maupun secara daring dengan bantuan teknologi dan kamera tersembunyi. (15). Sadisme, yaitu penyimpangan seksual yang mana pelakunya senang melakukan kekerasan ketika melakukan hubungan seksual. (16). Masokisme, yaitu penyimpangan seksual yang mana pelakunya kerap kali membunuh pasangan seksualnya. (17) Nekrofilia, yaitu penyimpangan seksual yang dilakukan dengan mayat.
Baca juga : Resensi Buku Teologi dan Falsafah Hijab – Murtadha Muthahhari
Bahaya Penyimpangan Seksual dan Solusi Atasnya
Penyimpangan seksual dapat mengakibatkan pelakunya atau keturunannya mengalami; penyakit atau cacat fisik, penyakit atau cacat mental, penyakit atau cacat seksual, penyakit atau cacat spiritual, penyakit atau cacat sosial. Adapun solusi yang ditawarkan oleh Didi Junaedi selaku penulis buku ini, antara lain; memisahkan tempat tidur anak berdasarkan jenis kelamin, meminta izin ketika ingin masuk kamar anggota keluarga lain, menutup aurat, dan menerapkan etika dalam memandang.
Penutup
Buku ini direkomendasikan baik untuk mereka yang sudah menikah, apalagi yang belum menikah untuk dapat terhindar dari jenis-jenis penyimpangan seksual yang dapat mengakibatkan ganguan mental, sosial, fisik, dan spiritual. Buku Etika Seksual dari Muthahhari, maupun buku Manifesto Seksual dari Sigmund Freud dapat menjadi referensi pembanding dan pendamping demi pemahaman yang lebih mendalam berkenaan ragam penyimpangan seksual.
2 Replies to “Resensi Buku Penyimpangan Seksual yang Dilarang Al-Qur’an – Didi Junaedi”