Resensi

Resensi Buku Mahadata – Brian Clegg

Mahadata adalah penggunaan seluruh data yang tersedia untuk mentransformasi suatu layanan atau organisasi. Penggunaan data sebenarnya sudah dilakukan oleh nenek moyang kita....

Written by Jari Telunjuk · 3 min read >
resensi buku, mahadata brian clegg, resensi buku mahadata brian clegg, buku brain clegg
Judul 		: Mahadata
Penulis		: Brian Clegg
Penerbit	: Kepustakaan Populer Gramedia
Halaman		: 168
Resentor	: Resensi Institut
resensi buku, mahadata brian clegg, resensi buku mahadata brian clegg, buku brain clegg

Pernahkah Anda mengakses sosial media, lalu kemudian mendapati iklan yang sesuai dengan apa yang cari belakangan ini? Pernah pulakah Anda merasa sangat berbeda dengan opini orang lain dan merasa sangat benar dengan opini diri sendiri? Jawaban atas pertanyaan pertama adalah dikarenakan adanya filter bubble. Sementara jawaban atas pertanyaan kedua adalah dikarenakan adanya echo chambers. Dan keduanya dapat terjadi dikarenakan adanya mahadata yang dimanfaatkan oleh korporasi digital demi meraup keuntungan ekonomi, bahkan politik. Mereka seolah tahu apa yang kita pikirkan.

Mahadata adalah penggunaan seluruh data yang tersedia untuk mentransformasi suatu layanan atau organisasi. Penggunaan data sebenarnya sudah dilakukan oleh nenek moyang kita. Misalnya ramalan sang nenek ketika menganjurkan sang cucu untuk menikah dengan pria A, dibandingkan pria B. Ramalan sang nenek merupakan pemanfaatan atas data yang dihimpun oleh pemikiran dan pengalaman sang nenek. 

Perbedaan antara penggunaan data oleh nenek moyang kita dan penggunaan data oleh korporasi digital adalah banyaknya data yang dapat dihimpun, disimpan, dan dianalisis oleh korporasi digital. Analisis himpunan data tersebut kemudian semakin akurat lagi dikarenakan bantuan teknologi yang bernama kecerdasan artifisial dan algoritma. Itulah mengapa penggunaan data di era digital  ini disebut sebagai mahadata. 

Baca juga : Resensi Buku Matinya Demokrasi dan Kuasa Teknologi

Selain itu, berdasarkan hukum moore, yang berbunyi bahwa perkembangan penyimpanan data akan bertambah dua kali lipat (eksponensial) melampaui perkembangan waktu yang linear. Sehingga, ukuran yang begitu banyak dan besar bukan lagi menjadi hambatan bagi penyedia korporasi digital untuk memanfaatkan segunung data tersebut.

Setiap Orang Adalah Data dan Setiap Tempat Adalah Data

Jika adagium lawas berbunyi; setiap orang adalah guru dan semua tempat adalah sekolah, kini setiap orang adalah data dan setiap tempat adalah data. Mulai dari Anda bangun tidur, di toilet, makan, belanja, hingga preferensi seksual anda telah tersimpan rapi pada komputasi awan mahadata. Konsumerisme  akan semakin ganas lagi dikarenakan kemudahan transaksi dan ekosistem bisnis yang lebih terbuka.

Scott Galloway menjelaskan bahwa sejak masyarakat pemburu-pengumpul, nenek moyang perempuan kita sudah senang belanja dengan cara mengumpulkan buruan dari nenek moyang laki-laki kita. Dan naluri hewani kita dalam berburu dan mengumpulkan barang semakin terakomidir oleh marketplace dan e-commerce yang semakin masif. Trestan Harris selaku mantan CEO dari salah satu korporasi digital menyebutkan bahwa teknologi tidak akan pernah netral. Mereka memiliki agenda besar untuk mengeruk waktu, perhatian, dan tentunya uang Anda. 

Baca juga : Resensi Buku Matinya Demokrasi dan Kuasa Teknologi

Bukan hanya persoalan belanjaan, mahadata juga mengambil begitu banyak waktu kita. Lihatlah durasi layar kita setiap hari yang menghabiskan 4 bahkan 12 jam setiap lahir di depan gadget untuk menonton video kucing, membaca berita tidak penting, menyaksikan foto liburan teman kita, yang kesemuanya kita bungkus dengan dalih; “apa salahnya bersenang-senang?” Ingatlah apa yang dikatakan Trestan Harris berikut; “jika Anda tidak membeli produk mereka, maka Andalah produknya.” Selama kita tidak membeli produk premium atau bertransaksi pada layanan mereka, maka perhatian dan waktu yang kita habiskan di depan gadget merupakan komoditas yang korporasi digital perdagangkan kepada perusahaan yang ingin beriklan.

Apakah mahadata Seluruhnya Buruk?

Selama kita menerapkan minimalisme digital, maka tidak semua yang berkenaan dengan mahadata menjadi buruk. Minimalisme digital adalah prinsip hidup yang dengan kesadaran kritis menggunakan waktu seminimal mungkin di dunia digital untuk meraup manfaat semaksimal mungkin. 10 persen atau maksimal 20 persen waktu Anda setiap hari adalah batasan pemanfaatan teknologi digital. 

Memang benar banyak masalah dapat dipecahkan dengan adanya mahadata, namun masalah baru yang ia timbulkan tidak kalah banyak jika Anda tidak sadar dalam menggunakan perangkat digital Anda. Bahkan, mahadata bukan hanya berpotensi tapi telah aktual digunakan sebagai alat untuk mempermulus langkah para politisi dan pemilik korporasi tersebut. Mahadata tanpa sikap kritis, telah menjadi Bigbrother ala novel Goerge Orwell yang melacak dan mengawasi seluruh tindak tanduk kita.

Epistemologi mahadata

Untuk membayangkan betapa berbahayanya mahadata tanpa kesadaran kritis, mari kita membaginya ke dalam setiap alat pengetahuan kita. Pada indera mata kita, Instagram, Facebook, dan Twitter menayangkan postingan yang sesuai dengan lingkar minat kita yang membuat kita semakin terpolarisasi dengan opini yang berbeda. Pada indera mata dan telinga kita, Netflix dan YouTube merekomendasikan film dan video apa yang menarik untuk kita tonton sehingga kita dengan tidak sadar menghabiskan waktu berjam-jam untuk menonton video joget atau serial tv 12 episode.

Pada indera telinga, Spotify dan layanan musik lainnya menyediakan kita fitur premium yang mesti dibeli atau kalau tidak kita harus mendengarkan iklan 30 detik yang sangat tidak kita butuhkan dan irelevan dengan musik yang ingin kita dengar. Pada indera perasa kita, Gofood akan menawarkan makanan yang sering dikunjungi orang-orang atau tawaran promo lezat yang sebenarnya Anda tidak sedang lapar. Pada indera peraba kita, game dan chat telah merenggut waktu berharga kita untuk bersilaturahmi dengan orang yang ada di sekitar kita.

Tidak cukup sampai di situ, khayal Anda dibuat berkelana kesana kemari oleh imajinasi liar video tik-tok dan postingan tutorial sembari joget oleh wanita yang dipuja sebagai influencer. Hati Anda dibuat gundah gulana jika postingan Anda tidak mendapat like, comment, dan love yang banyak sehingga membuat Anda cemas untuk kemudian pulang balik mengecek jumlah reaksi netizen terhadap postingan Anda. Akal Anda pun dibuat kalang kabut dalam menanggapi komentar netizen yang merundung atau berkomentar negatif pada karya Anda. Singkatnya, seluruh alat pengetahuan Anda dibajak oleh mahadata.

Masa Depan mahadata 

Kita paham, bahwa mahadata tidak seluruhnya buruk. Ada pula dimensi baik bahkan jelek dari seluruh himpunan mahadata tersebut. Empat rekomendasi yang dapat saya tawarkan antara lain; pertama, diperlukan kesadaran kritis dalam penggunaan teknologi digital. Terapkanlah filosofi minimalisme digital untuk meredam ekses buruk teknologi digital. Kedua, pahamilah bahwa tidak ada makan siang yang gratis. Meskipun sosial media yang Anda akses gratis, mereka memiliki agenda untuk mengeruk perhatian dan waktu Anda untuk dijual kepada pelanggan yang ingin beriklan.

Ketiga, tanpa kesadaran kritis maka yang tercipta adalah masyarakat konsumerisme dan dangkal. Keempat, fitur-fitur yang digunakan untuk menganalisis data antara lain echo chambers dan filter bubble digunakan untuk memanfaatkan Anda. Maka, cukupkan lah durasi layar Anda 2 atau maksimal 4 jam setiap hari dengan tetap sadar dalam berdunia maya. Selebihnya hiduplah dengan nyata dengan orang-orang di sekitar Anda.

Selamat memanfaatkan data, selamat berbahagia

Written by Jari Telunjuk
Tukang jaga di jaritelunjuk Profile

One Reply to “Resensi Buku Mahadata – Brian Clegg”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *