Judul : Ideologi Kaum Intelektual
Penulis : Ali Syariati
Penerbit : Mizan
Halaman : 186
Dr. Ali Syariati adalah salah satu intelctual par excellence kenamaan Iran. Beliau adalah intelektual lulusan Sorbone University yang melek pengetahuan agama. Beliau pula tercatat dalam sejarah sebagai salah satu penggerak revolusi Islam Iran pada yahun 1979. Dalam karyanya yang satu ini, yang telah diterjamahkan dalam bahasa Inggris oleh Free Islamic Literatures Inc, Houston, Texas, beliau mengangkat tema seputar ideologi kaum intelektual; seputar wawasan Islam. Edisi berbahasa Indonesianya sendiri diterjamahkan oleh Syaif Basri dan Haidar Baqir, diisi kata pengantarnya oleh Jalaluddin Rakhmat, dan diterbitlkan oleh Mizan pada tahun 1984. Buku ini terdiri dari 186 halaman yang terbagi atas empat bab.
Kebudayaan dan Ideologi
Kebudayaan, atau Farhang dalam bahasa Persia, adalah gagasan, karya, dan tradisi manusia secara turun-temurun. Adapun akumulasi kebudayaan, baik itu material maupun spiritual dari umat manusia, kemudian disebut sebagai peradaban. Syariati membahas mengenai kebudayaan dan peradaban secara universal, bukan kebudayaan dan peradaban secara partikular yang berbasis etnis. Hanya saja, Barat dengan semangat westernisasinya, istilah Syariati yang mengutip Spengler, telah memaksakan peradaban etnis mereka kepada peradabn etnis lainnya, lalu kemudian mengklaimnya sebagai misi pengadaban kemanusiaan dalam peradaban universal.
Baca juga : Resensi Buku Filsafat Perempuan dalam Islam – Murtadha Muthahhari
Barat menafikan sumbangsih peradaban partikular lainnya seperti Afrika, Islam, China, Latin, dan lainnya dan menegaskan bahwa Baratlah yang berhak menafsir legitimasi peradaban. Padahal, kebudayaan tidak seperti penemuan alkohol yang ditemukan oleh Rhazez, karena kita tidak tahu siapa penemu puisi, karena puisi lebih mewakili semangat kolektif suatu bangsa daripada suatu kepribadian tertentu
Modal kebudayaan adalah elemen-elemen yang membentuk kebudayaan. Seperti kata Cluckhon, elemen tersebut terdiri atas; sistem keyakinan, sistem mata pencarian, sistem organisasi kemasyarakatan, bahasa, kesenian, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pendidikan. Kecenderungan terhadap satu modal kebudayaan tertentu akan membentuk karakter atau pembawaan manusia dan masyarakat tersebut. Maka lahirlah pembawaan falsafiah bagi manusia dan masyarakat yang gemar dalam hal pendidikan, pembawaan ilmiah bagi yang gemar dalam hal ilmu pengetahuan, pembawaan keteknikan bagi yang gemar teknologi, pembawaan sosial-politik, hingga pembawaan artistik.
Menurut Syariati, karakter, pembawaan, atau kesadaran yang paling penting adalah kesadaran diri yang melahirkan ideologi. Hal itu dibuktikan dengan pentingnya ideologi sebagai pembentuk tatanan masyarakat. Apakah yang membentuk China, Persia, India, dan Barat? Jawabannya bukan teknisi, karya seni, atau bangunan megahnya. Melainkan nilai-nilai atau cita-cita ideal dari masyarakat tersebut, yaitu gagasan-gagasan Confusius, Zoroaster, Upanishad, dan Aristoteles. Gagasan-gasana merekalah yang mempengaruhi gerakan sosial di masyarakatnya masing-masing.
Baca juga : Resensi Buku Pandangan Imam Khumaini terhadap Hak-Hak Wanita
Masyarakat Islami atau peradaban Madinah yang dibentuk Rasulullah Saw bermula dari desa kecil. 100 tahun kemudian menjadi episentrum peradaban dunia. Yang membuatnya demikian adalah kesadaran diri masyarakatnya kepada nilai-nilai atau cita-cita ideal, yang dalam Islam disebut sebagai Tauhid.
Kesadaran diri merupakan buah dari hikmat (sophia, atau kebijaksanaan). Dan yang menemukan hikmat tidak mesti filosof, pendeta, ataupun profesor. Para Nabi seringkali berasal dari kellas sosial yang tidak elit, seperti penggembala. Al-Qur’an menyebut Ummi, yaitu orang yang berasal dari ummat. Maka penemu hikmat adalah pemimpin yang berasal dari jantung masyarakat, penegak keadilan bagi kaum tertindas.
Ideologi dan Kaum Intelektual
Ideologi dan kaum intelektual sangat erat kaitannya. Jika ideologi adalah ilmu pengetahuan tentang cita-cita ideal, maka kaum intelektual atau ideologi adalah para penganjurnya. Bagaimana pula relasi antara agama dan ideologi? Syariati dalam bukunya yang berjudul Agama versus Agama, membedakan dua tipologi, agama yang pertama merujuk pada agama yang dijadikan institusi oleh penguasa, pengusaha, maupun masyarakat untuk melanggengkan kepentingannya. Jelas, bahwa agama tipe ini bertentangan dengan cita-cita ideal yang diusung ideologi.
Baca juga : Resensi Buku Penyimpangan Seksual yang Dilarang Al-Qur’an – Didi Junaedi
Sementara agama yang kedua menurut Syariati adalah agama yang memuat nilai-nilai luhur Ketuhanan dan Kemanusiaan yang membawa manusia kepada keselamatan. Jelas, agama tipe ini sangat relevan dengan ideologi. Hanya saja, harus kita amati bahwa ideologi, sebagaimana tafsir Karl Marx, juga telah disusupi oleh penguasa demi kepentingan-kepentingan mereka. Jika ideologi dan agama yang dimaksud adalah nilai-nilai luhur, maka keduanya saling mendukung. Namun jika ideologi dan agama yang dimaksud adalah institusi yang dijalankan oleh penguasa, pengusaha, atau kecenderungan sektarian masyarakat, maka keduanya berpunggungan.
Peradaban dan Modernisasi
Sama halnya dengan kebudayaan dan peradaban, modernisasi juga telah digeneralisir sebagai westernisasi. Dalam salah satu tulisannya Nurcholis Madjid menyebut modernisasi bukanlah westernisasi. Modernisasi adalah upaya pemutakhiran pola pikir. Kita tidak mesti menjadi Barat untuk modern. Bersikap dan mengikuti cara mereka berbusana dan menjalani hidup. Islam tetap akan kompatibel dengan modernitas selama modernitas diartikan sebagai pemutakhiran cara-cara berpikir lama ke arah cara-cara berpikir baru yang lebih rasional.
Nestapa Kaum Tertindas
Dan kita kini berada di suatu zaman yang penuh dengan perbudakan. Jika dahulu budak dipaksa memikul batu untuk persiapan bangunan makam megah sang raja kemudian cambuk, kini perbudakan zaman modern bermetamorfosis pada rutinitas pekerjaan dari pagi sampai malam sehingga kita sibuk mencari uang dan lupa keluarga dan nilai-nilai luhur ideologi Islam. Kita lupa menyantuni anak yatim dan fakir miskin. Kita abai terhadap kelaparan dan nestapa kaum tertindas. Duhai sobatku, jika anda beriman kepada ideologi Islam, maka tegakkanlah tiga semboyan ini; mazhab pemikiran, Tauhid, dan keadilan.
One Reply to “Resensi Buku Ideologi Kaum Intelektual – Ali Syariati”