Resensi

Resensi Buku Filosofi Teras – Henry Manampiring 

Tujuan filolosi teras adalah ketenangan, bebas dari emosi negatif. Kebajikan utamanya bertumpu pada empat sikap; kebijaksanaan, keadilan, menahan diri, dan keadilan. Bijaklah...

Written by Jari Telunjuk · 4 min read >
Judul 		: Filosofi Teras 
Penulis		: Henry Manampiring
Penerbit	: PT Kompas Media Nusantara 
Halaman		: 320  
FIlosofi teras

Buku kedua dari Henry Manampiring yang berjudul Filosofi Teras ini merupakan buku Best Seller Nasional. Diterbitkan oleh penerbit Kompas pada tahun 2019, buku ini membahas tentang pandangan kaum Stoa, suatu aliran filsafat Yunani-Romawi Kuno, untuk mental tangguh masa kini. Buku ini terdiri dari 12 Bab disertai wawancara dengan beberapa tokoh, yang kemudian tersebar ke dalam 320 halaman.

Survei Kekhawatiran Nasional

Buku ini dimulai dengan pemaparan penulis mengenai survei yang dilakukannya secara daring yang ia beri judul survei  kekhawatiran nasional. Hasilnya benar-benar mengkhawatirkan, bahwa sebagian besar masyarakat khawatir dengan hampir di semua aspek kehidupannya. Padahal, kondisi psikis (khawatir berlebihan) akan mempengaruhi kesehatan tubuh. Bukan penyebab stresnya yang menjadi masalah, melainkan reaksi kita terhadap masalah tersebut. Manajemen stress = manajemen persepsi. Apalagi dengan kehidupan di dunia maya dan media sosial, kekhawatiran semakin menemui padanannya.

Sebuah Filosofi yang Realistis

Filosofi Teras atau Stoa adalah aliran filsafat Yunani-Romawi Kuno, yaitu sekitar 2000 tahun yang lalu, yang masih relevan sampai kini. Meskipun Stoisme bukanlah agama, namun banyak pandangan tokohnya dapat melengkapi cara kita dalam menjalani hidup. Stoisme dengan pandangan universalnya kadang memiliki relevansi pandangan dengan agama maupun budaya tertentu. Tujuan utama dari Filosofi Teras adalah hidup dengan emosi negatif yang terkendali.

Baca juga : Resensi Buku Dari Filsafat Ke Filsafat Teknologi – Yesaya Sandang

Hidup Selaras dengan Alam

Syarat hidup yang baik menurut kaum Stoa adalah hidup selaras dengan alam. Memunggunginya adalah mengundang ketidakbahagiaan. Adapun prasyarat hidup selaras dengan alam adalah menggunakan rasio untuk mempertimbangkan segala hal yang terjadi. Rasiolah yang menjadi pembeda kita dengan makhluk lainnya. Keselarasan dengan alam dibutuhkan mengingat kehidupan alam semesta saling terhubung satu sama lain. Melawan alam atau merusaknya artinya keluar dari keselarasan akan mengakibatkan bencana.

Dikotomi Kendali

Dalam hidup ini, ada yang dapat kita kendalikan, dan ada pula yang tidak dapat kita kendalikan. Hal yang di bawah kendali kita adalah opini kita dan tindakan kita sendiri. Hal yang tidak dapat kita kendalikan seperti opini orang lain dan tindakan masyarakat secara kolektif. Terdapat pula hal yang bisa kita kendalikan, tapi tidak selamanya; seperti kecantikan, kesehatan, ketenaran, dan kekayaan. Baik tidaknya hidup kita bergantung pada hal-hal yang di bawah kendali kita, yaitu persepsi atau pemaknaan kita terhadap hidup. Olehnya itu, waspadai tirani opini orang lain terhadap kita. Maka, belajarlah untuk tidak menginginkan hal-hal di luar kendali kita, seperti reputasi, opini orang lain, dan tindakan masyarakat secara kolektif.

Mengendalikan Interpretasi dan Persepsi

Penyebab kekhawatiran dikarenakan opini, yaitu opini yang tidak rasional. Misalnya hidup ini harus sama rata, tidak ada perbedaan sama sekali. Orang yang selalu merasa bahwa opini irasionalnya ini harus terjadi, maka ia dipastikan memiliki tingkat kekhawatiran yang tinggi. Ia memerlukan terapi metode Cognitive Behavior yang berusaha mengatasi emosi negatif dengan mengubah pola pikir dan perilaku. Opini irasionalnya dihadapkan dengan bukti nyata yang tidak mendukung opini tersebut. Belajar menerima hal-hal yang tidak berada di bawah kendali kita dapat membantu mengatasi kekhawatiran dan stres.

Memperkuat Mental

Jangan terlalu memusingkan hal-hal yang tidak perlu, yaitu opini orang lain terhadap Anda. Fokuslah memperbaiki opini dan tindakan Anda. Jangan biarkan media sosial mengambil terlalu banyak perhatian dan membentuk opini Anda. Kebanyakan apa yang kita khawatirkan di masa lalu, tidak terjadi di masa kini. Yang terjadi pun tidak seburuk dengan yang kita khawatirkan di masa lalu. Perkuatlah mental dengan membayangkan situasi terburuk yang mungkin kita hadapi hari ini. Bersikaplah empati terhadap masalah orang lain, seakan-akan masalah tersebut juga menimpa kita. Atau jika tidak bisa berempati, tetaplah tenang ketika dalam masalah, sebagaimana Anda tenang ketika masalah itu menimpa orang lain.

Hidup Diantara Orang Yang Menyebalkan

Filosofi teras sangat menaruh perhatian pada hubungan antar-manusia, mengingat status manusia sebagai makhluk sosial. Dan dalam lingkar sosial tersebut, terkadang kita menjumpai orang-orang yang menyebalkan. Jangan izinkan orang lain menghinamu, dengan bermental baja terhadap hinaan. Mungkin ia tidak bermaksud menghina, hanya cara lain dalam menasehati. Kemarahan Anda justru lebih merusak daripada penyebab kemarahan itu sendiri. Apalagi dapat saja memang andalah yang keliru dan perlu dinasehati.

Baca juga : 10 Rekomendasi Buku Psikologi Terbaik yang Wajib Dibaca!

Kurang kerjaan dapat pula penyebab tingginya bullying atau nasehat salah jalan. Ingatlah, bahwa kemarahan bagaikan gila sementara. Karena waktu kita terus berkurang, maka hindarilah orang-orang tertentu yang berpengaruh buruk dan menolak perbaikan.

Menghadapi Kesusahan dan Musibah

Dalam filosofi teras, musibah dan kesusahan adalah sesuatu yang kita perbesar dari opini kita sendiri. Meskipun musibah dan kesusahan adalah sesuatu yang di luar kendali kita, namun respon atasnya ada di bawah kendali kita. Sebaliknya, filsuf Stoa justru menganggap musibah dan kesusahan justru nilai tambah bagi ujian kehidupan kita. Sesungguhnya sang juara tidak lahir di atas ring, melainkan di tempat latihan yang menguji kedisiplinan setiap harinya. Jika Anda merasa ujiannya terlalu berat, lihatlah orang lain yang mengalami ujian serupa, utamanya bagi mereka yang hidupnya penuh kekurangan. Halangan membuat kita menemukan jalan baru, dan hal itu bergantung pada persepsi atau pemaknaan kita sendiri.

Menjadi Orang Tua

Prinsip-prinsip Stoa dapat diterapkan kepada anak. Misalnya mengenai dikotomi kendali, orang tua dapat menjadi teladan dan mengajarkannya kepada anaknya. Bakat dan minatnya adalah sesuatu yang perlu dikembangkan dan disyukuri. Kita dapat mengajarkan keteladan dalam berpikir dan bertindak kepada anak, bukan dengan memaksakan pemikiran dan tindakan kepada mereka, karena itu di luar kendali Anda, meskipun itu adalah anak Anda. Rasio antara anak laki-laki dan perempuan sama saja, jangan melakukan pembedaan. Pola pikir dan tindakan Anda sebagai orangtua akan menjadi contoh bagi anak-anak Anda.

Citizen of the World

Kita semua adalah warga dunia (kosmopolitan). Maka, pembedaan berdasarkan suku, agama, rasa, dan antara golongan adalah sesuatu yang tidak adil. Seperti dalam atsar Sayidina ‘Ali Kw; mereka yang bukan saudaramu dalam iman, adalah saudaramu dalam kemanusiaan. Masalah global membutuhkan tanggungjawab global. Berdasarkan prinsip keselarasan dengan alam, maka kita bertanggungjawab pada permasalahan global. Jika dikerjakan seorang diri, banyak masalah berada di luar kendali saya. Namun jika dikerjakan bersama, maka masalah besar tersebut dapat menjadi berada di bawah kendali “kita”.

Tentang Kematian

Segala sesuatu yang selaras dengan alam adalah baik, termasuk kematian. Karena hidup bukan soal panjangnya kuantitas usia, melainkan kualitas dari isi usia tersebut kita gunakan untuk apa saja. Hidup yang selaras dengan kebaikan alam, akan lebih mulia meskipun singkat, dibandingkan yang tidak selaras dengan kebaikan alam meskipun panjang. Sayidina ‘Ali Kw berpesan; perjalanan begitu panjang, namun bekal teramat sedikit. Isi bekal tersebut dengan amal kebaikan, yaitu hidup selarasa dengan alam.

Penutup

Pada bagian penutup, Henry Manampiring menyertakan resume 17 prinsip hidup ala filsuf Stoa. Hiduplah selaras dengan alam. Tujuan filolosi teras adalah ketenangan, bebas dari emosi negatif. Kebajikan utamanya bertumpu pada empat sikap; kebijaksanaan, keadilan, menahan diri, dan keadilan. Bijaklah untuk menggunakan dikotomi kendali. Dikotomi kendali tidak sama dengan pasrah dengan keadaan. Jauhilah yang tidak berpengaruh pada kebahagiaan.

Baca juga : Resensi Buku Sebuah Seni Untuk Bersikap Bodo Amat – Mark Manson

Semua masalah dan kesusahan bergantung banyak pada persepsi atau pemaknaan kita sendiri terhadap masalah tersebut. Maka bedakan antara opini dan fakta terhadap masalah tersebut. Gunakan langkah STAR (Stop-Think and Assess-Respond) dalam menanggapi masalah. Latihlah diri dengan membayangkan hal-hal buruk yang bisa saja menimpa Anda (premeditatio malorum).Hanya kita yang dapat mengizinkan orang lain untuk menyakiti atau menghina kita. Walaupun mereka tidak benar-benar berniat menyakiti, mungkin ingin menasehati dengan cara yang keliru. Ajarkan kebaikan padanya, jika belum bisa, bersabarlah. Karena setiap masalah adalah batu ujian untuk melatih karakter diri kita. Latihlah diri hidup dalam penderitaan secara berkala. Ingatlah, bahwa kita adalah warga dunia, maka berikan kontribusi pada penyelesaian permasalahan global. Dan terakhir, karena kematian bagian dari alam, bersiaplah menghadapinya dengan bekal amal yang ikhlas.

Written by Jari Telunjuk
Tukang jaga di jaritelunjuk Profile

One Reply to “Resensi Buku Filosofi Teras – Henry Manampiring ”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *