Judul : Dari Filsafat ke Filsafat Teknologi
Penulis : Yesaya Sandang
Penerbit : Kanisius
Halaman : 104
Resentor : Resensi Institut
Buku Dari Filsafat Ke Filsafat Teknologi adalah buku karangan Yesaya Sandang yang berprofesi sebagai seorang akademisi. Buku ini diterbitkan oleh Kanisius pada tahun 2013. Buku ini merupakan buku pengantar, sehingga jumlah halamannya relatif sedikit, yaitu 100 halaman dan tersebar ke dalam lima bagian.
Memahami Seluk Beluk Filsafat
Filsafat bermula dari sebuah pertanyaan. Athena, Yunani pada abad ke 5 sebelum masehi adalah tempat bermulanya perenungan-perenungan filosofis tersebut. Socrates kemudian hadir untuk mendisrupsi segala komodifikasi pendidikan oleh kaum sophis (cendekiawan bijak). Socrates menyebut dirinya philo (cinta) akan sophia (Kebijaksanaan), ia hanyalah pecinta kebijaksanaan. Berfilsafat secara memadai meniscayakan pemikiran yang reflektif, logis, dan kritis. Filsafat terbagi ke dalam cabang ontologi, epistemologi, dan ontologi. Menurut Franz Magnis Suseno, manfaat mempelajari filsafat membuat pemikiran kita lebih mendalam, kritis, dan terbuka.
Filsafat dalam Keseharian
Filsafat bertumpu pada aksioma, suatu prinsip berpikir terdasar, yang terdiri dari prinsip nonkontradiksi dan prinsip kausalitas. Filsafat juga mengajarkan kita mengenai mindset dalam berpikir paradoks, dilema, dan ironi. Dalam tinjauan filsafat, manusia merupakan makhluk monodualistis. Segala corak berpikir dan mazhab pemikiran dalam filsafat justru semakin memperkaya dan saling melengkapi diskursus filsafat itu sendiri.
Baca juga : Resensi Buku Dari Filsafat Ke Filsafat Teknologi
Menyelami Samudra Teknologi
Filsafat teknologi berarti menyikapi teknologi secara kritis, reflektif, dan logis. Dalam ranah epistemologi, teknologi dikaji mengenai teori-teori pengetahuan tentangnya. Dalam ranah ontologi, teknologi dikaji mengenai eksistensi atau sifat dasar dari teknologi tersebut. Sementara dalam ranah aksiologi, teknologi dikaji mengenai manfaat praktis dan sudut pandang etis dan estetis dari teknologi.
Teknologi berasal dari kata Yunani, yaitu techne yang berarti cara, sarana, atau keterampilan, dan logos yang berarti pemikiran atau sabda. Maka, secara terminologi teknologi adalah ilmu yang mempelajari mengenai cara, sarana, atau keterampilan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Teknologi merupakan hasil dari sains terapan. Jika sains mempertanyakan “apa”, maka teknologi berusaha memberikan jawaban mengenai “bagaimana”. Kita harus melek teknologi, dalam artian harus bersikap kritis atasnya, demi menghindari bahaya perbudakan manusia oleh teknologi atau pakar dan pengusaha teknologi.
Neo-Luddite versus Teknofilia
Terdapat pro-kontra seputar perkembangan teknologi informasi. Jika teknologi yang dimaksud mengacu pada penemuan mesin cetak oleh Gutenberg pada abad ke 15, maka gerakan awal yang menantang teknologi dapat kita rujuk pada kelompok Luddite. Adalah Ned Ludd pada abad ke 19 di Inggris yang merupakan pelopor gerakan anti teknologi, dengan membakar peralatan teknologi mutakhir pada waktu itu dengan alasan menghancurkan kemapanan, khususnya kaum feodal pemilik pertanahan. Adapun kelompok penantang teknologi abad ini dapat disebut sebagai kelompok Neo-Luditte, termasuk Nicholas Carr dalam bukunya The Shallow (2010).
Sementara di sisi berseberangan, terdapat kelompok teknofilia, yang dipopulerkan oleh Neil Postman dalam bukunya yang berjudul Technoploy: The Surrender of Culture to Technology yang terbit pada tahun 1993. Teknofilia adalah sekelompok orang yang berideologi teknologi dan menganggap bahwa kemajuan teknologi adalah obat mujarab dari segala permasalahan manusia.
Terlepas dari segala pro dan kontra terhadap perkembangan teknologi informasi, mulai dari sosial media hingga realitas virtual, pastilah memiliki efek samping. Radikal menolak teknologi adalah menghambat kemajuan, sementara menerima dengan mentah-mentah berarti pasrah dengan penjajahan gaya baru. Kita mesti bersikap seimbang, dengan mengambil manfaat terbaik dari teknologi, sembari menolak keburukannya. Filsafat teknologi mengharuskan kita untuk kritis, reflektif, dan tetap logis.
Menembus Selubung Teknologi
Dalam akhir bukunya ini, Yesaya melalukan refleksi filosifis terhadap teknologi, yang mengambil studi kasus dalam film The Matrix. Seperti yang dikatakan dalam Morpheus dalam film Matrix, bahwa matrix adalah dunia ciptaan impian komputer yang dibuat untuk mengendalikan kita. Ya, komputer dibuat untuk mengendalikan kita, bukannya untuk mengendalikan teknologi. Itulah kenyataannya! Tapi apakah nyata itu? Apakah sebatas rangsangan inderawi? Atau ada yang lebih dari itu? Apakah kenyataan virtual tidaklah nyata?
Baca juga : 10 Rekomendasi Buku Non Fiksi Terbaik Sebagai Alternatif Bacaan
Kita harus dapat membedakan antara ketidaktahuaan dan ketidakmautahuaan. Yang pertama adalah niscaya, sehingga kita harus terus belajar. Sementara yang kedua adalah pilihan apatis bagi orang-orang yang rela atau bahkan senang untuk dijajah dan diperbudak teknologi. Dalam era teknologi ini, filsafat mengajarkan kita agar setiap penggunaan teknologi harus senantiasa dilakukan dengan sikap kritis, reflektif, dan logis.
2 Replies to “Resensi Buku Dari Filsafat Ke Filsafat Teknologi – Yesaya Sandang”