Judul : Berani Tidak Disukai
Penulis : Ichiro Kisimi & Fumitake Koga
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Halaman : 315
Buku ini diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama pada tahun 2019 dan terbitan aslinya pada tahun 2013, yang mengambil sub judul “Fenomena dari Jepang untuk membebaskan diri, mengubah hidup, dan meraih kebahagiaan sejati”. Buku ini berjumlah 315 Halaman yang terbagi dalam 5 bagian.
Buku ini sangat mudah untuk dibaca dan tidak memerlukan waktu lama untuk dipahami, karena didalam buku ini mengambil pendekatan filsafat dan psikologi serta didukung dengan gaya penulisan yang sangat menarik untuk dibaca, dikarenakan dikemas dalam bentuk dialog naratif antara seorang anak muda dengan seorang filsuf.
Apakah Trauma Itu ada?
Diawal buku ini kita dibuat untuk mempertanyakan kembali tentang trauma. Apakah trauma itu ada? Atau apakah trauma itu secara alami timbul dalam diri manusia? jika kita memakai pendekatan Freud mengenai “ada sebab sebelum akibat” atau dengan kata lain siapa aku sekarang (efek) ditentukan oleh kejadian-kejadian dimasa lalu (sebab). Misalnya, seorang anak-anak yang disiksa semasa kecilnya hingga mengalami trauma berat terhadap sesuatu, atau kita jadi takut menikah dikarenakan orang tua kita pernah bercerai yang mengakibatkan kita juga akan mengalami hal senasib. Dan ternyata pemikiran ini ditolak oleh Alfred Adler yang mengatakan jika kita hanya berfokus hanya pada sebab-sebab di masa lalu dan mencoba menjelaskan berbagai hal semata-mata melalui hubungan sebab dan akibat, akhirnya kita akan tiba pada “determinisme”. Karena yang dinyatakan adalah bahwa masa kini dan masa depan kita sudah diputuskan oleh kejadian-kejadian di masa lalu, dan tidak dapat diubah. Apakah itu adil? (teman-teman bisa mencari jawaban yang lebih spesifik lagi didalam buku ini)
Baca juga : Resensi Buku Alasan Kita Rela Menderita – Dan Ariely
Kembali ke pertanyaan apakah trauma itu ada? Adler mencoba menjawab persoalan ini. Ia mengatakan “tidak ada pengalaman yang sendirinya menyebabkan keberhasilan atau kegagalan kita. Kita tidak menderita syok akibat pengalaman kita yang dinamakan trauma namun sebaliknya, kita mengartikan sesuai dengan tujuan kita. Kita tidak ditentukan oleh pengalaman kita, namun arti yang kita berikan pada pengalaman-pengalaman itu menentukan dengan sendirinya.” lebih tepatnya kita ditentukan bukan oleh pengalaman kita sendiri, tapi oleh makna yang kita berikan pada pengalaman kita.
Jangan Hidup Demi Memenuhi Ekspektasi Orang Lain
Di Zaman ini kita hidup berdasarkan apa yang orang lain inginkan bukan berdasarkan tujuan hidup kita sendiri. Kita terlalu surplus pengakuan minus berbenah diri. Apa pentingnya diakui orang lain? memang benar diakui oleh orang lain adalah sesuatu yang menggembirakan. Tapi keliru jika kita mengatakan bahwa diakui adalah hal yang mutlak perlu. dalam banyak kasus ini dikarenakan pengaruh dari pendidikan dengan metode Reward dan Punishment. Dalam artian jika seseorang mengambil tindakan yang tepat, ia akan menerima pujian. Begitu sebaliknya. Jika seorang mengambil tindakan yang tidak tepat, ia menerima hukuman. Menurut adler ini mengarah pada gaya hidup yang keliru, ketika orang-orang berpikir, kalau tidak ada yang memujiku, aku tidak akan mengambil tindakan yang tepat dan kalau tidak ada yang menghukumku, aku juga akan terlibat dalam tindakan yang tidak tepat. Saat seorang mencari pengakuan dari orang lain, dan memandang dirinya hanya berdasarkan penilaian orang lain terhadapnya, pada akhirnya dia sama dengan orang yang sedang menjalani kehidupan orang lain.
Jangan Menegur atau Memuji
Secara umum ada dua pendekatan yang dipertimbangkan yang pertama adalah metode mengasuh dengan teguran, dan yang lain adalah metode mengasuh dengan pujian. Dari sudut pandang psikologi Adler mengatakan bahwa dalam membesarkan anak, dan dalam semua bentuk komunikasi lainnya dengan orang lain, seseorang tidak boleh memberikan pujian dan tidak boleh menegur.
Dalam pujian ada aspek “penilaian dari orang yang mampu kepada orang yang tidak mampu”, seorang ibu memuji anaknya yang membantunya menyiapkan makan malam dengan berkata “kau asisten yang hebat!” tapi ketika suaminya melakukan hal serupa, bisa dipastikan dia takkan berkata, “Kau asisten yang hebat” dengan kata lain ibu yang memuji anaknya tadi secara tidak sadar menciptakan hubungan hierarkis dan memandang anaknya dibawahnya.
Baca juga : Resensi Buku Beragama dengan Akal Sehat
Sewaktu orang memuji orang lain, tujuannya adalah “memanipulasi seseorang yang memiliki kemampuan lebih rendah dari dirinya.” ini tidak dilakukan karena rasa terimakasih atau hormat. Ini bukti bahwa seseorang melihat semua hubungan interpersonal sebagai “hubungan vertikal”. Teori psikologi Adler menolak segala jenis hubungan interpersonal berubah menjadi hubungan horizontal atau dalam arti lain bisa dikatakan “setara tapi tak sama”.
Jalan yang Dilewati Oleh Mereka yang Ingin Menjadi Spesial
Mengapa menjadi spesial itu perlu? Barangkali karena seseorang tidak bisa menerima dirinya yang normal. Dan justru karena alasan inilah kita menjadi sesuatu yang nyaris sia-sia, dia membuat lompatan besar untuk menjadi sangat buruk. Tapi apakah menjadi normal, biasa, benar-benar seburuk itu? Apakah ini sesuatu yang inferior? Atau, pada kenyataannya, bukankah semua orang itu normal? Kita perlu memikirkannya masak-masak sampai pada kesimpulan logisnya.
Pada akhirnya kita diperhadapkan dengan pernyataan apakah kita berani untuk tidak disukai, banyak orang yang rela menukarkan nyawanya demi mencari popularitas, bukankah akhir-akhir ini terjadi seorang artis bunuh diri hanya karena tidak sanggup dengan cacian yang ada di sosial medianya, banyak artis-artis yang marah hanya karena komentar netizen yang sebenarnya mereka hanya ingin diakui. Kita tidak bisa memaksakan kehendak kita dengan membuat semua orang suka dengan kita, jika mengacu pada buku Filosofi Teras karya Henry Manampiring tentang Dikotomi Kendali bahwa ada hal-hal yang bisa kita kendalikan seperti persepsi kita, keinginan kita, tujuan kita dan segala sesuatu yang merupakan pikiran dan tindakan sendiri. Begitupun juga hal-hal yang tidak bisa kita kendalikan. Seperti, tindakan orang lain, opini orang lain, reputasi/popularitas, kesehatan, dan kekayaan.
Baca juga : Resensi Buku Filosofi Teras – Henry Manampiring
Mengutip perkataan dari salah satu aktor pelawak terkenal di Amerika, Bill Cosby “Saya tidak tahu kunci kesuksesan, tetapi kunci kegagalan adalah mencoba menyenangkan semua orang”. Kita hidup bukan hanya karena ingin mendapatkan pujian, tetapi kita hidup untuk bisa bermanfaat bagi banyak orang, setidaknya kita menganggap diri kita memberikan sumbangsih kepada orang lain. Mari mengambil hikmah dibalik apa yang telah terjadi. Membaca bisa kita lakukan untuk berbenah diri, bagi yang ingin menumbuhkan minat baca bisa dimulai dari sekarang, karena membaca selain menambah wawasan juga bisa menjadi investasi jangka panjang dan kita tentunya tetap bisa relevan dengan tantangan zaman kedepannya.
2 Replies to “Resensi Buku Berani Tidak Disukai – Ichiro Kisimi & Fumitake Koga ”