Resensi

Resensi Buku 21 Adab untuk Abad 21 – Yuval Noah Harari

Buku ini berisi prediksi mengenai kejadian yang terjadi di masa depan. Mengenai AI, Algoritma, Big Data dan berbagai kejadian dan kemungkinan yang...

Written by Jari Telunjuk · 3 min read >
Judul 		: 21 Adab untuk Abad 21
Penulis		: Yuval Noah Harari
Penerbit	: Globalindo
Halaman		: 346

Buku ini ditulis oleh Yuval Noah Harari dan telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. Diterjemahkan oleh Haz Algebra dari penerbit Globalindo, Manado pada tahun 2018. Buku ini terdiri dari 346 halaman dan 5 bab pembahasan, secara berturut-turut: Tantangan Teknologi, Tantangan Politik, Keputusasaan dan Harapan, Kebenaran dan Daya Tahan.

Yuval Noah Harari meraih gelar Ph.D dalam sejarah dari Oxford University dan sekarang mengajar di University Hebrew University of Jerusalem, yang mengkhususkan diri dalam sejarah dunia. Dua bukunya, Sapiens: A Brief History of Humankind dan Homo Deus: A Brief History of Tomorrow, telah menjadi buku terlaris global, dengan penjualan lebih dari 12 juta salinan, dan diterjemahkan ke dalam lebih dari empat puluh lima bahasa.

Buku ini adalah sebuah pelajaran yang ingin diberikan oleh Yuval kepada para pembaca mengenai apa yang perlu diperhatikan saat ini dan beberapa tahun yang akan datang. Buku ini berisi prediksi mengenai kejadian yang terjadi di masa depan. Mengenai AI, Algoritma, Big Data dan berbagai kejadian dan kemungkinan yang akan terjadi ketika hal tersebut menjadi bagian dari kehidupan manusia. 

Tantangan Teknologi

Teknologi telah melahirkan Artificial Intelligence, Big Data, dan Algoritma. Membuat berbagai aspek dalam kehidupan berubah termasuk pekerjaan. Pekerjaan yang bersifat otomasi akan dikerjakan oleh robot dan pekerjaan luhur dan yang membutuhkan kreativitas tingkat tinggi akan dilakukan oleh manusia. Namun pertanyaannya apakah manusia mampu melakukan itu atau bisa jadi di masa depan manusia hanya menjadi useless (sampah tak berguna) yang hanya menjadi beban.

Baca juga : 7 Rekomendasi Buku George Orwell yang Wajib Dibaca

Untuk pertama kalinya dalam sejarah, penyakit menular membunuh lebih sedikit orang daripada usia tua, kelaparan membunuh lebih sedikit orang daripada obesitas, dan kekerasan membunuh lebih sedikit orang daripada kecelakaan. Jika dengan bantuan AI, Big data dan Algoritma kita dapat menekan usia tua, mengontrol berat badan dan menekan kecelakaan masihkan kita membutuhkan Tuhan?

Kerendahan Hati

Anda bukanlah pusat dunia. Kebanyakan orang cenderung percaya bahwa mereka adalah pusat dunia, dan budaya mereka adalah tonggak sejarah manusia. Banyak agama memuji nilai kerendahan hati tetapi kemudian membayangkan diri mereka sebagai hal yang paling penting di alam semesta. Mereka mencampur panggilan untuk kelemah-lembutan pribadi dengan arogansi kolektif yang mencolok. Manusia dari semua kredo akan melakukannya dengan baik untuk lebih rendah hati.

Dan diantara semua bentuk kerendahan hati, mungkin yang paling penting adalah memiliki kerendahan hati di hadapan Tuhan. Kapanpun mereka berbicara tentang Tuhan, manusia terlalu sering mengaku melakukan penghinaan-diri, tetapi kemudian menggunakan nama Tuhan untuk menghinakan saudara-saudara mereka.

Pasca-Kebenaran

Kita berulang kali diberi tahu bahwa kita hidup di era ‘pasca-kebenaran’ yang baru dan menakutkan, dan kebohongan serta fiksi itu ada di sekitar kita. Contohnya tidak sulit didapat. Sebagai suatu spesies, manusia lebih memilih kekuatan dibandingkan kebenaran. Kita menghabiskan lebih banyak waktu dan usaha untuk mencoba mengendalikan dunia daripada mencoba untuk memahaminya. Dan bahkan ketika kita mencoba untuk memahaminya, kita biasanya melakukannya dengan harapan bahwa memahami dunia akan membuat kita lebih mudah untuk mengendalikannya. Oleh karena itu, jika Anda memimpikan suatu masyarakat dimana kebenaran berkuasa dan mitos diabaikan, jangan terlalu berharap pada Homo sapiens. Lebih baik coba keberuntungan Anda pada simpanse.

Baca juga : Resensi Buku Sebuah Seni Untuk Bersikap Bodo Amat – Mark Manson

Dua aturan praktis sederhana untuk menghindari pencucian otak dan untuk membedakan realitas dari fiksi. Pertama, jika Anda menginginkan informasi yang dapat dipercaya keluarkan uang untuk itu. Jika Anda mendapatkan berita Anda secara gratis, Anda mungkin menjadi produknya. Kedua, jika beberapa masalah tampak sangat penting bagi Anda, buatlah upaya untuk membaca literatur ilmiah yang relevan. Literatur ilmiah yang dimaksud adalah artikel-artikel yang diulas sejawat (peer review), buku-buku yang diterbitkan oleh penerbit-penerbit akademis terkenal, dan tulisan-tulisan para profesor dari lembaga-lembaga terkemuka.

Fiksi Ilmiah

Manusia mengendalikan dunia karena mereka dapat bekerja sama lebih baik daripada hewan lain, dan mereka dapat bekerja sama dengan baik karena mereka percaya pada fiksi. Demikian pula, keyakinan kita pada mitologi modern kapitalisme didukung oleh kreasi artistik Hollywood dan industri pop. Kita percaya bahwa membeli lebih banyak barang akan membuat kita bahagia, karena kita melihat surga kapitalis dengan mata kita sendiri di televisi.

Pada awal abad ke-21, mungkin genre artistik yang paling penting adalah fiksi ilmiah. Sangat sedikit orang yang membaca artikel terbaru di bidang pembelajaran mesin atau rekayasa genetika. Sebaliknya, film seperti The Matrix dan Her atau serial TV seperti Westworld dan Black Mirror membentuk cara orang-orang memahami perkembangan teknologi, sosial, dan ekonomi yang paling penting di zaman kita.

Fiksi ilmiah harus jauh lebih bertanggung jawab dalam cara menggambarkan realitas ilmiah, jika tidak, mungkin akan mengilhami orang dengan ide yang salah atau memfokuskan perhatian mereka pada masalah yang salah.

Meditasi

Kita membutuhkan keterampilan dalam menguasai pikiran kita sendiri. menyatukan pikiran dan realita itu sangat penting. Amati saja. Termasuk jika kita tidak mampu mengendalikan gadget teknologi, kita tidak boleh menyerah.

Kita dapat terinspirasi oleh antropolog, zoologi, dan astronot. Antropolog dan ahli zoologi menghabiskan bertahun-tahun di pulau-pulau yang jauh, terkena sejumlah penyakit dan bahaya. Astronot menghabiskan bertahun-tahun untuk rezim pelatihan yang sulit, mempersiapkan perjalanan berbahaya mereka ke luar angkasa.

Baca juga : Resensi Buku 12 Week Years – Brian P. Moran & Michael Lennington

Jika kita bersedia melakukan upaya-upaya tersebut untuk memahami budaya asing, spesies yang tidak diketahui dan planet-planet yang jauh, mungkin layak untuk bekerja yang sama kerasnya dalam rangka memahami pikiran kita sendiri. Dan kita lebih memahami pikiran kita sebelum algoritma menciptakan pikiran kita untuk kita.

Penutup

Pertama, kecerdasan itu berbeda dengan kesadaran. Kesadaran erat kaitannya dengan perasaan. Perasaan ini yang perlu diperkuat melalui pendidikan pra-nikah dan pendidikan parenting.

Kedua, penting untuk belajar terus menerus namun karena kita dibatasi oleh ruang dan waktu maka kita tidak bisa memiliki pengetahuan tanpa batas. Pengetahuan kita selalu memiliki batas.

Ketiga, hal yang langka kita temui hari ini adalah ruang privasi. Orang yang melindungi data pribadinya adalah orang yang hidup dalam bentuk kemewahan dan elegan.

Keempat, penting memahami pikiran kita sebelum algoritma menciptakan pikiran kita untuk kita. Apakah kita lebih mengenal diri kita sendiri dibandingkan Algoritma?

Written by Jari Telunjuk
Tukang jaga di jaritelunjuk Profile

One Reply to “Resensi Buku 21 Adab untuk Abad 21 – Yuval Noah Harari”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *